Senin 30 Mar 2020 00:25 WIB

Hoaks Nodai Kesadaran Warga Cegah Covid-19

Meningkatkan kondusivitas masyarakat melalui sosialisasi edukasi literasi.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus Yulianto
Berita palsu atau hoaks.
Foto: Pixabay
Berita palsu atau hoaks.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) beberapa pekan ini dibarengi penyebaran berita-berita bohong di media sosial. Selain menambah kekhawatiran, hoaks menodai kesadaran masyarakat dalam mencegah Covid-19.

Di Kabupaten Sleman, misal, bisa dibilang kesadaran masyarakat sudah cukup tinggi setidaknya sejak dua pekan terakhir. Kesadaran itu bisa dilihat dari mulai banyak berkurangnya aktivitas di luar rumah yang dilakukan masyarakat.

Selain kantor dan pasar, pengurangan aktivitas dilakukan mahasiswa, pemilik cafe maupun restoran. Bahkan, tidak sedikit warung-warung kopi atau bubur kacang hijau yang memilih tutup agar bisa menghindari interaksi langsung.

Kesadaran itu meningkat seiring makin banyaknya kasus Covid-19 dan DIY yang ditetapkan status tanggap darurat bencana oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X. Contohnya penetapan lockdown (versi Sleman) oleh dusun, desa atau padukuhan.

Perlu diingat, lockdown yang dimaksud bukan karantina seperti yang dilakukan negara-negara seperti Cina, Korea Selatan atau Italia. Istilah itu digunakan lebih sebagai pengarusutamaan akses-akses jalan yang jadi satu pintu saja.

Tujuannya, agar dusun-dusun, desa-desa atau padukuhan-padukuhan lebih mudah melakukan pemantauan terhadap tamu-tamu yang datang. Selain itu, mempermudah mereka menerapkan penyemprotan disinfektan kepada siapapun yang akan masuk.

Sayangnya, meningkatnya kesadaran masyarakat dinodai banyaknya hoaks-hoaks yang bertebaran. Hoaks menyerang pasar, kampus, rumah sakit sampai kampung-kampung yang menerapkan 'lockdown' tanpa disertai penjelasan yang lengkap.

Kondisi itu tidak kunjung reda lantaran belum ada sarana khusus untuk bisa mengonfirmasi kabar-kabar burung, selain yang disajikan media-media massa. Bahkan, situs web milik pemerintah belum mampu melakukan penanggulangan.

Dilihat dari Rekap Laporan Isu Hoaks Corona Virus milik Kementerian Kominfo, misal, sampai 28 Maret 2020 baru terdeteksi sekitar 362 hoaks soal Covid-10. Dari angka itupun, cuma ada lima hoaks terkait DIY maupun Kabupaten Sleman.

Untuk Kabupaten Sleman sendiri, belum ada wadah khusus untuk menangani atau memberi klarifikasi atas hoaks-hoaks soal Covid-19 yang bertebaran. Kondisi itu dibenarkan Kepala Dinas Kominfo Kabupaten Sleman, Eka Suryo Prihantoro.

"Di slemankab.go.id ada info hoaks, Sleman belum ada justifikasi info itu hoaks atau tidak," kata Eka kepada wartawan, Sabtu (28/3).

Kondisi itu kadang diperparah perbedaan data-data yang disajikan pemerintah kabupaten/kota, pemerintah daerah/provinsi dan pemerintah pusat. Untuk itu, tampaknya tidak ada cara lain selain memberikan edukasi kepada masyarakat.

Utamanya, agar tidak mudah termakan kabar-kabar yang bertebaran di media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, WhatsApp maupun YouTube. Lalu, membiasakan masyarakat agar mengonsumsi berita dari sumber-sumber resmi.

Bisa dari situs-situs web yang dimiliki pemerintah maupun dari media-media massa. Selain itu, masyarakat harus diedukasi agar membiasakan diri tidak terlalu mudah menyebarkan kabar-kabar yang mereka terima di telfon genggam.

Senada, Kepala BPBD DIY, Biwara Yuswantana menekankan, langkah-langkah untuk meminimalisir penyebaran sudah dilakukan seperti penyemprotan disinfektan. Tapi, yang tidak kalah penting dilakukan pula dengan mengedukasi masyarakat.

"Meningkatkan kondusivitas masyarakat melalui sosialisasi edukasi literasi," ujar Biwara yang menjabat Wakil Sekretaris Gugus Tugas Penanganan Covid-19 DIY. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement