REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menilai kapasitas berlebih di sejumlah lembaga permasyarakatan (lapas) di Indonesia berpotensi menyebabkan tersebarnya virus corona di lingkungan lapas tidak terkendali. Ia mengusulkan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempertimbangkan pemberian amnesti umum atau grasi secara selektif terhadap narapidana (napi) kasus tertentu.
"Yang antara lain bisa dipertimbangkan untuk mendapat amnesti umum atau grasi adalah napi yang statusnya hanya penyalahguna narkoba murni dan napi tindak pidana yang tidak masuk kejahatan berat serta sifatnya personal," kata Arsul dalam keterangan tertulisnya, Ahad (29/3).
Ia memaparkan, dari data Ditjen Pas Kemenkumham, separuh dari total napi yang menghuni lapas di seluruh Indonesia saat ini merupakan napi kasus narkoba. Karena itu, jika grasi atau amnesti diberikan kepada napi penyalahguna murni narkoba maka akan mengurangi beban kelebihan kapasitas lapas yang cukup signifikan.
"Amnesti umum atau grasi ini hanya untuk napi penyalahguna murni narkoba, bukan untuk pengedar apalagi bandar," ujarnya.
Arsul menambahkan, menurut Pasal 127 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengamanatkan penyalahguna narkoba non-pengedar dan bandar itu untuk direhabilitasi. Namun selama ini, penegak hukum tetap memproses hukum penjara sama seperti pengedar dan bandar.
Alasannya menggunakan pasal 111 sd 114 UU Narkotika yakni karena ada unsur memiliki. "Untuk memungkinkan Presiden memberikan amnesti atau grasi ini, maka Arsul meminta Menkumham menyiapkan data dan juga kajian tentang napi-napi mana yang pantas mendapatkannya," tuturnya.
Sebelumnya, anggota Komisi III DPR RI Aboe Bakar Alhabsyi juga menyoroti kelebihan kapasitas sejumlah lembaga permasyarakatan (lapas) yang ada di Indonesia. Aboe mengimbau Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) segera mengambil langkah cepat untuk menata lapas agar siap menghadapi pesebaran Covid-19.