Kamis 19 Mar 2020 17:34 WIB

Menimbang Baik Buruk Shalat Jumat di Tengah Corona

Wapres ingatkan seseorang berstatus ODP diharamkan shalat berjamaah di masjid.

Tulisan berisi maklumat DKM Masjid Raya Bandung dipasang di halaman Masjid Raya Bandung, kawasan Alun-alun Kota Bandung, Kamis (19/3). Maklumat tersebut salah satunya menyampaikan untuk sementara waktu tidak menyelenggarakan shalat Jumat dan shalat wajib berjamaah hingga aman Covid-19.(Edi Yusuf/Republika)
Foto: Edi Yusuf/Republika
Tulisan berisi maklumat DKM Masjid Raya Bandung dipasang di halaman Masjid Raya Bandung, kawasan Alun-alun Kota Bandung, Kamis (19/3). Maklumat tersebut salah satunya menyampaikan untuk sementara waktu tidak menyelenggarakan shalat Jumat dan shalat wajib berjamaah hingga aman Covid-19.(Edi Yusuf/Republika)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Muhyiddin, Fuji E Permana, Arif Satrio Nugroho, Sapto Andika Candra, Antara

Shalat Jumat adalah aktivitas yang kerap dilaksanakan dengan melibatkan puluhan bahkan ribuan orang. Di saat wabah virus corona melanda, keputusan namun harus dibuat demi mencegah penyebaran virus. Yakni dengan mengganti shalat di masjid menjadi di rumah.

Baca Juga

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun telah mengeluarkan fatwa yang tidak menganjurkan pelaksanaan shalat Jumat di masjid. Khususnya di daerah yang rawan penyebaran virus corona.

Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan orang dalam pengawasan (ODP) terinfeksi Covid-19 haram hukumnya menghadiri acara keagamaan yang sifatnya berjamaah. Ia berpotensi menularkan virus kepada orang lain.

"ODP sebaiknya memang tidak menghadiri acara-acara berjamaah, karena dia itu pasti akan menularkan kepada orang lain. Bukan saja tidak boleh menghadiri tempat berjamaah, tetapi dilarang, bahkan diharamkan, sebab membahayakan," kata Wapres Ma'ruf Amin dalam keterangan yang diterima, di Jakarta, Kamis (19/3).

Merujuk pada fatwa MUI, Ma'ruf Amin yang juga Ketua Umum non-aktif MUI mengatakan muslim yang sakit diare saja tidak dibolehkan beribadah di masjid karena kotorannya bisa menjadi najis. "Ada contoh, orang yang misalnya buang-buang air, dia tidak usah datang ke masjid, bahkan Jumat pun dia tidak boleh, bahkan diharamkan. Sebab kalau dia datang ke masjid kemudian buang air kemudian masjidnya menjadi najis, kan menyebarkan najis ke mana-mana," ujarnya pula.

Karena itu, Wapres mengimbau kepada umat Islam untuk menjaga kesehatan dan kebersihan diri menjelang bulan puasa dan menghindari acara-acara Ramadhan yang sifatnya berjamaah. "Itu baru kotoran, yang bisa menyebarkan najis. Kalau orang terjangkit Corona ini pergi ke masjid, itu akan menimbulkan orang lain terpapar, bahkan bisa membawa kematian," katanya lagi.

Wapres mengatakan ODP justru merupakan kategori paling berbahaya daripada pasien dalam perawatan (PDP) maupun pasien positif. Hal itu disebabkan ODP biasanya tidak menyadari dirinya sudah terpapar Covid-19, sehingga potensi menularkan ke orang lain cukup tinggi dibandingkan PDP dan pasien positif yang diisolasi.

"Sebenarnya orang yang sudah isolasi, itu sudah jelas penanganannya aman karena tidak keluyuran ke mana-mana. Justru yang berbahaya itu orang-orang yang dalam pengawasan, karena berpotensi untuk membunuh orang lain," ujarnya pula.

photo
Warga muslim melakukan sgalat di Masjid Agung Al-Barkah, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (18/3/2020). Shalat tanpa karpet dipandang lebih aman untuk hindari kontak dangan virus corona. - (ANTARA/Suwandy)

Meski tidak ke masjid, ada sejumlah opsi yang bisa dilakukan umat Islam dalam pelaksanaan shalat Jumat. Ketua Komisi Dakwah MUI, KH Cholil Nafis mengatakan, di tengah wabah corona, umat Islam bisa memilih pendapat dari empat imam mazhab terkait pelaksanaan shalat Jumat.

"Dalam kondisi mewabahnya Covid-19 ini kita dapat memilih pendapat imam mazhab yang lebih memungkinkan tentang syarat sahnya shalat Jumat harus berjamaah," ujar Kiai Cholil kepada Republika.co.id.

Dia pun menjelaskan pendapat ulama tentang jumlah jamaah shalat Jumat. Menurut mazhab Hanafi, kata dia, syarat sahnya shalat Jumat harus berjamaah yang sedikitnya terdapat tiga orang dan satu imam. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka umat Islam bisa melaksanaan shalat Jumat di rumah untuk menghindari bahaya virus corona.

"Dan ketiganya tidak harus hadir saat khutbah, yang penting di antara jamaah itu meskipun hanya seorang ada yang mendengarkan khutbah. Shalat Jumatnya pun tak harus di masjid," ucap Kiai Cholil.

Sementara itu, menurut madzhab Maliki, shalat Jumat harus dilaksanakan secara berjamaah yang sedikitnya 12 orang dan satu imam. Syaratnya, semua jamaahnya adalah orang yang wajib shalat Jumat, penduduk setempat, dan semuanya harus hadir dari awal khutbah sampai selesai pelaksanaan shalat Jumat.

Sedangkan menurut mazhab Syafi’i, shalat Jumat dilaksanakan oleh jamaah sedikitnya 40 orang meskipun sekalian dengan imamnya. Semua jamaah harus penduduk setempat yang wajib melaksanakan shalat Jumat. Dan semuanya harus hadir dari awal khutbah sampai selesai pelaksanaan shalat Jumat.

Menurut Kiai Cholil, pendapat madzhab Hambali hampir sama dengan pendapat mazhab Syafi’i. "Semua pendapat imam mazhab ini memungkinkan untuk diikuti asalkan tidak karena talfiq (mencampur pendapat ulama mazhab dengan tujuan cari kemudahan atau menggampangkan hukum Islam)," kata Kiai Cholil.

Dengan melihat kondisi di Jakarta sekarang ini, tambah dia, maka umat Islam juga dapat memilah tempat mana yang rawan Covid-19 sehingga boleh meninggalkan shalat Jumat demi keselamatan diri dan masyarakat. "Lalu seperti daerah lain yang masih steril dari Covid-19 maka wajib melaksanakan shalat Jumat seraya ikhtiar dan berhati-hati," jelas Kiai Cholil.

Ketua Umum Rabithah Alawiyah, Habib Zen bin Umar Smith mengimbau umat Islam mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW dalam menghadapi wabah. Serta mengimbau mematuhi Fatwa MUI tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadinya wabah virus corona.

Habib Zen mengatakan, umat manusia saat ini tengah dihadapkan pada ujian bersama berupa penyebaran wabah Covid-19 di berbagai negara. Termasuk di Indonesia.

Ia menerangkan, wabah dalam sejarah umat manusia telah beberapa kali terjadi dan menimbulkan dampak yang tidak ringan. Pada masa Baginda Nabi Muhammad SAW, wabah juga pernah terjadi.

"Kita sebagai orang yang beriman tentu meyakini bahwa semua datang dari Allah SWT dan untuk menghindarinya kita diwajibkan untuk berikhtiar semaksimal mungkin," kata Habib Zen.

Ia menyampaikan, Rabithah Alawiyah mengimbau umat agar mengikuti hal-hal yang telah diajarkan oleh Islam melalui Nabi Muhammad SAW dalam menghadapi wabah. Yaitu melakukan karantina diri secara sukarela terutama bagi mereka yang berpotensi untuk menularkan dan tertular.

Umat Islam juga diimbau untuk menaati semua instruksi dan anjuran medis yang diberikan oleh pemerintah pusat dalam hal ini gugus tugas percepatan penanganan Covid-19, serta gubernur dan para kepala daerah lainnya. Rabithah Alawiyah juga mengajak seluruh umat Islam di Indonesia agar mematuhi Fatwa MUI terkait pelaksanaan ibadah selama pandemik Covid-19.

"Kita hendaknya tidak menganggap ringan wabah ini dan segera mendisiplinkan diri dalam hal kebersihan diri dan lingkungan. Selalu memperbaharui wudhu dan menjalankan sunah Nabi terkait kebersihan, Insya Allah dapat membantu menghindarkan diri dari virus corona tersebut," ujarnya.

Habib Zen menambahkan, Rabithah Alawiyah menganjurkan selain melakukan ikhtiar yang maksimal dalam menghindari wabah Covid-19, juga berdoa memohon agar wabah ini segera berlalu dan berdzikir memuji kebesaran Allah SWT. Yakini ada hikmah besar di balik semua ujian yang diturunkan-Nya saat ini. "Sekarang saatnya kita menguji ketabahan dan keimanan kita," ujarnya.

Sekretaris Fraksi PPP Achmad Baidowi menanggapi pernyataan sejumlah pemuka agama yang justru mengajak ke masjid. Ajakan tersebut terkait dengan imbauan pengurangan aktivitas di masjid oleh MUI.

"Terbitnya fatwa MUI yang meniadakan shalat Jumat maupun shalat berjamaah di masjid untuk daerah yang terkena virus corona harus dimaknai dalam konteks kedaruratan yang itu diiperbolehkan dalam Islam," kati Baidowi.

Baidowi menyoroti kaidah 'ushul fiqh "dar'ul mafasid muqaddamu 'ala jalbil masholih' yang artinya mencegah kemudaratan diutamakan dibanding mengambil manfaat dari sesuatu. Imbauan MUI soal pembatasan kegiatan di masjid, kata Baidowi, lebih mengutamakan mencegah perluasan penyebaran Covid-19 dibanding mengambil manfaat silaturahmi.

Baidowi menekankan, mencegah penyebaran penyakit tidak bisa ditunda. Sementara shalat berjamaah masih bisa dilakukan di rumah, memakmurkan masjid pun masih bisa dilakukan saat situasi sudah kondusif.

Ia melanjutkan, imbauan menghindari tempat ibadah secara bersama-sama dalam waktu sementara pun tidak hanya dilakukan umat Islam Indonesia. Arab Saudi pun bahkan menutup umroh, menghindari shalat berjamaah.  Tidak hanya Islam, tetapi imbauan serupa dilakukan juga umat agama lain.

"Bahkan ibadah di Vatikan, di Betlehem, di gereja-gereja, juga ditutup. Prinsip pencegahan itu juga harus diresapi secara rasional bukan emosional. Tidak ada kaitan dengan Islam phobia, karena di era Sahabat Nabi pun juga pernah terjadi," jelas Baidowi.

photo
Relawan Palang Merah Indonesia (PMI) dan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Jambi menyemprotkan cairan disinfektan di dalam Masjid Agung Al-Falah atau Masjid Setibu Tiang, Jambi, Kamis (19/3/202). - (ANTARA/Wahdi Septiawan)

Berdasarkan data terbaru, ada 309 kasus positif corona di Indonesia. Dari total kasus, 25 meninggal dan 15 sembuh.

Predikat sembuh didapat setelah pasien mendapat hasil negatif dalam dua kali pemeriksaan laboratorium.

"Beberapa kasus meninggal diketahui pada rentang usia 45-65 tahun. Ada satu kasus pada usia 37 tahun. Kalau diperhatikan, hampir seluruhnya ada penyakit pendahulu, terutama diabetes, hipertensi, dan jantung kronis. Beberapa juga penyakit paru obstruktif," jelas Juru Bicara Penanganan Virus Corona, Achmad Yurianto.

Penambahan kasus positif pada hari ini juga tersebar nyaris merata di beberapa provinsi di Indonesia. Di antaranya, Banten bertambah 10 orang menjadi 27 kasus positif Covid-19, DI Yogyakarta bertambah 2 orang menjadi total 5 kasus, DKI Jakarta bertambah 52 orang dengan jumlah kasus 210 orang, dan Jawa Barat bertambah 2 orang dengan jumlah 26 orang.

Kemudian Jawa Tengah mencatatkan penambahan 4 orang positif Covid-19 sehingga total ada 12 kasus, Jawa Timur bertambah 1 orang dengan total 9 orang, Kalimantan Timur bertambah 2 orang sehingga total 3 kasus, Kepulauan Riau bertambah 2 orang sehingga total 3 kasus, Sumatra Utara bertambah 1 orang dengan jumlah kasus 2 orang, dan Sulawei Tenggara bertambah 3 kasus sehingga total ada 3 kasus positif Covid-19.

Lalu ada Sulawesi Selatan yang juga mencatatkan penambahan 2 orang positif Covid-19 dengan total 2 kasus dan Provinsi Riau bertambah 1 orang sehingga jumlah kasus positif ada 2 orang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement