Selasa 17 Mar 2020 19:43 WIB

Upaya Indonesia Perluas Kemampuan Mengetes Virus Corona

Mulai pekan depan harapannya 500 spesimen corona bisa dites per hari.

Warga mengantre untuk melakukan tes corona di Poli Khusus Corona, Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA), Surabaya, Jawa Timur, Selasa (17/3/2020). (Antara/Moch Asim)
Foto: Antara/Moch Asim
Warga mengantre untuk melakukan tes corona di Poli Khusus Corona, Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA), Surabaya, Jawa Timur, Selasa (17/3/2020). (Antara/Moch Asim)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Sapto Andika Candra, Arie Lukihardianti, Puti Almas, Rr Laeny Sulistyawati, Antara

Penerapan social distancing atau menjaga jarak antar orang mungkin menjadi salah satu upaya mencegah penyebaran virus corona yang banyak dibicarakan. Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan namun penanganan Covid-19 harus dilakukan secara komprehensif oleh setiap negara. Caranya adalah melalui pemeriksaan atau pengetesan terhadap siapapun yang dicurigai terkena virus corona jenis baru.

Baca Juga

Dia mengatakan, cara paling efektif untuk mencegah infeksi dan menyelamatkan jiwa adalah memutus rantai penularan. Untuk itu, melakukan pemeriksaan dan karantina perlu dilakukan.

"Anda tidak bisa melawan api dengan mata tertutup, dan kita tidak bisa menghentikan pandemi ini jika kita tidak tahu siapa yang terinfeksi. Kami punya pesan sederhana untuk semua negara: tes, tes, tes. Periksa setiap kasus yang dicurigai (Covid-19)," kata Tedros.

“Uji setiap kasus yang dicurigai. Jika terbukti positif, isolasi dan cari tahu dengan siapa saja kontak telah dilakukan dalam dua hari sebelum mengembangkan gejala dan menguji orang-orang itu juga,” kata Ghebreyesus.

Ghebreyesus hingga saat ini belum mengatakan negara mana saja yang dianggap belum melakukan upaya maksimal untuk mengendalikan penyebaran virus corona jenis baru. Meski demikian, Amerika Serikat (AS) dinilai sebagai salah satunya, karena langkah pemerintah untuk menunda dan membatasi siapa saja yang bisa diuji.

Pada awal wabah virus corona baru terjadi, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) membatasi pengujian pada orang yang baru-baru ini bepergian ke China, negara di mana Covid-19 ditemukan. Kemudian, pengujian dilakukan hanya orang yang memiliki gejala khusus dan terpapar pada orang dengan kasus yang dikonfirmasi.

“Untuk negara mana pun, salah satu hal terpenting adalah komitmen politik di tingkat tertinggi. Semua negara harus dapat menguji semua kasus yang dicurigai. Mereka tidak bisa melawan pandemi ini dengan mata tertutup,” kata Ghebreyesus lebih lanjut.

Indonesia, hingga saat ini, baru memeriksa sebanyak 2.300 spesimen dari orang yang terduga terinfeksi virus corona. Dari angka tersebut, didapat 172 kasus positif Covid-19 per Selasa (17/3). Pemerintah menyebutkan bahwa dalam beberapa hari ini ada penambahan jumlah yang cukup signifikan untuk spesimen yang diperiksa. Total, ada sekitar 500 spesimen baru per hari.

Pemerintah berupaya memperluas layanan uji laboratorium spesimen Covid-19. Saat ini, baru Litbang Kementerian Kesehatan dan Institut Penyakit Tropis Universitas Airlangga di Surabaya yang secara aktif melakukan tes spesimen penyakit infeksi oleh virus corona.

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menjelaskan, tugas pemeriksaan spesimen nantinya juga akan dilakukan oleh Lembaga Eijkman, Laboratorium milik Universitas Indonesia, dan Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Jakarta. Penambahan fasilitas uji coba ini diharapkan akan memperpendek waktu pengiriman spesimen dari rumah sakit ke laboratorium.

photo
Petugas Palang Merah Indonesia (PMI) melakukan penyemprotan cairan disinfektan di pusat perbelanjaan Sarinah,Jakarta Pusat, Selasa (17/3/2020). PMI melakukan penyemprotan disinfektan di sejumlah tempat seperti pasar, perkantoran, terminal dan tempat ibadah tersebut untuk mencegah penyebaran virus Corona (COVID-19). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/nz - (ANTARA FOTO)

"Kami harap setidaknya minggu depan pemeriksaan (spesimen Covid-19) bisa dilaksanakan di banyak tempat," jelas Yurianto, Selasa (17/3).

Selain tiga lokasi baru yang disebutkan di atas, Yurianto menargetkan sejumlah BBTKLPP di daerah juga bisa ikut melakukan tes Covid-19 secara mandiri. Lokasi BBTKLPP yang ditunjuk adalah Yogyakarta dan Banjarbaru, Kalimantan Selatan. "Balai besar lain juga disiapkan untuk pemeriksaan ini," kata Yuri.

Rumah Sakit (RS) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya yang ditunjuk Kementerian Kesehatan menjadi tempat tes corona atau Covid-19 kewalahan menangani pasien yang datang. Akibatnya, pasien yang datang terpaksa pulang karena kuota hanya untuk 100 pasien per hari.

Direktur Utama RSUA, Prof Nasronudin, mengusulkan ke Dinas Kesehatan Jawa Timur untuk membentuk Satgas Gabungan dari berbagai rumah sakit di Surabaya guna mengoptimalkan pemeriksaan COVID-19. Hal ini mengingat tenaga medis terbatas tetapi pasien yang ditangani cukup banyak.

"Kami usul ke Dinas Kesehatan untuk membuat Satgas Gabungan dari berbagai RS di Surabaya untuk saling menguatkan dalam memberikan kelayakan pemeriksaan," katanya.

Dia mengatakan, pembentukan Satgas Gabungan dirasa perlu karena semenjak dibuka lima hari yang lalu sudah ada 500 lebih pasien yang melakukan tes di RSUA. Nasron menambahkan, sebagai salah satu RS yang ditunjuk pemerintah dari sekian ratus RS rujukan yang mewakili PTN, pihaknya berusaha memberikan layanan yang terbaik. "Karena itu mulai hari ini, kami batasi jumlah 100 pasien per hari untuk tes karena keterbatasan SDM (sumber daya manusia)," katanya.

Upaya penyediaan tes corona yang lebih luas juga diupayakan di Jabar. Gubernur Jabar, Ridwan Kamil, mengatakan DPRD telah menyetujui penggunaan anggaran mencapai Rp 24 miliar untuk pembelian alat tes corona tahap kedua. Kemungkinan dana ini baru bisa dipergunakan membeli barang 4-5 hari ke depan.

Menurutnya, jika memang alat sudah ada, tes proaktif tahap kedua yang bisa dimanfaatkan masyarakat umum kemungkinan bisa berjalan. "Kalau barang datang (pengetesan) bisa kita lakukan," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil.

Emil mengatakan tes ini dilakukan beberapa tahap. Untuk tahap pertama pihaknya akan memprioritaskan orang dalam pengawasan atau ODP maupun pasien dalam pengawasan (PDP). "Karena saat ini banyak yang mengantre di Jakarta, di Balitbangkes untuk melakukan tes Covid-19. Nah bisa sekarang menggunakan tes proaktif," katanya.

Emil menjelaskan, alat tes untuk pengecekan virus corona masih terbatas. Dengan demikian pihaknya melakukan pemilihan dan memprioritaskan terlebih dahulu yang memang masuk dalam klaster ODP dan PDP.

Upaya Menjaga Jarak

Selain menekan pentingnya perluasan tes spesimen corona, WHO juga masih menegaskan penerapan pembatasan interaksi sosial langsung. Yaitu seperti peliburan sekolah dan pembatalan kegiatan olahraga untuk mengendalikan penularan Covid-19. Tindakan pembatasan sosial dapat membantu mengurangi penularan dan memungkinkan sistem kesehatan untuk mengatasinya.

"Cuci tangan dan menutup mulut menggunakan siku saat batuk bisa mengurangi risiko diri sendiri dan orang lain. Namun, itu saja tidak cukup untuk menumpas pandemi ini. Seperti yang selalu saya katakan, semua negara harus menjalankan pendekatan komprehensif," kata Tedros.

Dokter spesialis paru RS St Carolus dr Andika Chandra Putra SpP ketika dihubungi di Jakarta, mengatakan transmisi virus corona ini jaraknya satu meter sampai 1,5 meter. Karena itu dianjurkan menjaga jarak sosial minimal satu meter. "Saya bicara idealnya," kata

Social distancing atau batasan interaksi sosial ditujukan untuk mengurangi kerumunan. Andika menjelaskan, pendekatan itu bertujuan memimalisir kontak yang berisiko menularkan Covid-19.

Andika yang juga Ketua Bidang Ilmiah dan Penelitian Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengatakan, jika ingin secara penuh mengaplikasikan batasan interaksi sosial maka harus disertai dengan kebijakan bekerja dari rumah bagi karyawan. Ia mencermati konsep itu masih belum berjalan.

"Tapi itu memang harus diikuti dengan kebijakan bekerja di rumah misalnya. Karena kita lihat sekarang, meski sudah dilakukan pengurangan transportasi umum, tapi belum disertai dengan kebijakan berkantor di rumah. Akibatnya membuat kerumunan yang baru lagi," katanya.

Ketua Umum Pengurus Besar IDI Daeng M Faqih menganjurkan adanya pemantauan ketat terkait pembatasan interaksi oleh pemerintah daerah serta aparat keamanan. "Jadi bukan hanya diumumkan, pemerintah daerah, tenaga kesehatan hingga semua aparat juga harus memastikan social distance berjalan," ujar dia.

Ia menjelaskan jika pemerintah tidak memastikan pembatasan interaksi berjalan di masyarakat, maka penyebaran yang seharusnya bisa dicegah ternyata terjadi sebaliknya. Pihaknya khawatir risiko kasus orang terinfeksi virus ini bisa meningkat.

"Kalau perkembangan selanjutnya lebih parah, lebih gawat maka bukan tidak mungkin kami menyarankan lockdown atau karantina wilayah," katanya.

photo
WHO Nyatakan Wabah Corona Sebagai Pandemi - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement