Selasa 17 Mar 2020 16:51 WIB

Pengembalian Uang Fee Broker Jiwasraya tak Hapus Pidana

Kejakgung mengatakan pengembalian uang fee broker Jiwasraya tak hapus pidana.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Bayu Hermawan
Direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah(Bambang Noroyono)
Foto: Bambang Noroyono
Direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah(Bambang Noroyono)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengembalian uang dari manajemen investasi dalam kasus dugaan korupsi dan pencucian uang (TPPU) PT Asuransi Jiwasraya, tak menghapus ancaman pidana para pelaku. Direktur Penyidikan Direktorat Pidana Khusus (Dirdik Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejakgung) Febrie Adriansyah menegaskan, penyidikan pidana terkait uang fee broker tetap dilakukan. 

Meskipun kata Febrie, sampai saat ini, penyidiknya belum menetapkan tersangka terkait uang yang diduga bagian dari aksi kejahatan di Jiwasraya tersebut. "Pengembalian itu, gak menghapuskan nilai pidananya. Masih tetap diproses jika dia ada alat bukti untuk menjadi tersangka," katanya saat ditemui di Gedung Pidana Khusus Kejakgung, Jakarta, Selasa (17/3).

Baca Juga

Akhir pekan lalu, penyidikan khusus Jiwasraya di Kejakgung melakukan eksekusi terkait pengembalian uang dari manajemen investasi senilai Rp 53,54 miliar. Uang tersebut berasal dari kompensasi jasa perorangan dan korporasi yang terlibat dalam pengalihan dana investasi Jiwasraya ke sejumlah saham emiten, dan reksadana yang menyeret perusahaan asuransi tersebut ke kondisi gagal bayar senilai Rp 13,7 triliun. 

Menurut audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Januari 2020, aktivitas fee broker juga melibatkan sejumlah petinggi di Jiwasraya. Dikatakan BPK, dana investasi Jiwasraya itu berasal dari produk asuransi JS Saving Plan. Dalam penjualan produk tersebut, sejumlah petinggi Jiwasraya mengambil keuntungan pribadi. Pun para petinggi itu, ikut terlibat dalam pengalihan dana penjualan produk tersebut ke saham dan reksadana melalui sejumlah manajemen investasi. 

Masih menurut BPK, sejumlah manajemen investasi tersebut, juga ada yang terafiliasi dengan para petinggi Jiwasraya. Kejakgung pernah mengatakan, nilai fee broker dari pengalihan dana asuransi tersebut, teridentifikasi berkisar Rp 57 miliar. Sedangkan dalam penghitungan kerugian negara (PKN) yang dilakukan BPK menebalkan angka kerugian negara dalam penyimpangan pengelolaan Jiwasraya sejak 2008-2018, sebesar Rp 16,81 triliun. 

Terkait fee broker, sejak penyidikan hukum dilakukan, ada sedikitnya 18 perusahaan manajemen investasi yang mengelola dana Jiwasraya ikut diperiksa oleh Kejakgung. Salah satunya yakni PT Maxima Integra (MIG) yang teridentifikas pengelolaannya di tangan Joko Hartono Tirto. Februari lalu, Kejakgung sudah menetapkan tersangka terhadapnya. Sekaligus menggenapkan enam tersangka sementara terkait dengan penyidikan Jiwasraya.

Febrie mengatakan, bukan cuma Joko Hartono Tirto yang disinyalir pihak manajemen investasi bermasalah. Kata dia, proses penyidikan juga menduga adanya keterlibatan banyak pihak. "Ini akan terus bertambah. Statusnya belum dapat kita pastikan. Tetapi yang pasti, pengembalian uang (fee broker) itu, tidak menghapuskan pidananya," ujar Febrie.

Selain Joko Hartono Tirto, Kejakgung dalam kasus Jiwasraya, juga sebelumnya menetapkan dua pengusaha lainnya yakni Benny Tjokrosaputro, dan Heru Hidayat. Tiga tersangka lagi, berlatar belakang mantan petinggi Jiwasraya, yakni Hendrisman Rahim, Harry Prasetyo, dan Syahmirwan. Keenam tersangka itu kini berada dalam tahanan terpisah.

Kejakgung menjerat keenamnya dengan Pasal 2 ayat (1), dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor 20/2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1, jo Pasal 65 KUH Pidana. Khusus tersangka Benny Tjokro dan Heru Hidayat, Kejakgung juga berencana menjerat keduanya dengan Pasal 3, 4, atau 5 UU TPPU 8/2010.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement