Senin 16 Mar 2020 16:30 WIB

Pengadilan Tolak Kembali Praperadilan Nurhadi Cs

Status tersangka yang disematkan KPK ke Nurhadi sah.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Teguh Firmansyah
Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman.
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) menolak praperadilan ajuan tersangka suap dan gratifikasi Nurhadi, dan Rezky Herbiono, dan Hiendra Soenjoto, Senin (16/3).

Hakim Tunggal PN Jaksel Hariyadi, dalam putusannya mengatakan, ajuan praperadilan para tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu tak dapat diterima.

Baca Juga

“Menyatakan permohonan praperadilan pemohon satu, dua, dan ketiga tidak dapat diterima,” begitu bunyi putusan Praperadilan PN Jaksel yang dibacakan terbuka oleh Hakim Hariyadi pada Senin (16/3).

Dengan putusan praperadilan tersebut, PN Jaksel menegaskan penetapan Nurhadi dan kawan-kawan (dkk) sebagai tersangka, pun proses penyidikan yang dilakukan oleh KPK adalah sah.

Penolakan PN Jaksel atas praperadilan Nurhadi cs ini, bukan kali pertama. Pada Januari 2020, mantan sekretaris Mahkamah Agung (MA) itu, pun mengajukan permohonan serupa.

Praperadilan pertama, Nurhadi cs, keberatan dengan status tersangkanya di KPK. Kali kedua ini, Nurhadi, cs keberatan dengan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) oleh KPK.

Namun, dua kali praperadilan tersebut, dikatakan tak dapat diterima. Seperti keputusan praperadilan yang pertama, PN Jaksel pada putusan yang kedua kali ini pun membenarkan langkah hukum KPK. Pun membenarkan dasar hukum KPK dalam pembelaan.

“Mengabulkan eksepsi termohon (KPK) praperadilan,” sambung putusan Hakim Hariyadi.

Nurhadi, bersama Rezky, dan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka suap dan gratifikasi pada Desember 2019. KPK menuduh Nurhadi, menerima uang haram yang ditaksir senilai Rp 46 miliar.

KPK menuduh uang haram tersebut diterima Nurhadi saat menjadi sekretaris MA 2010-2016. Suap dan gratifikasi tersebut, terkait dengan penanganan kasus, dan pengaturan putusan pengadilan yang melibatkan Rezky, dan Hiendra.

KPK menjerat Nurhadi dan Rezky dengan Pasal 12  a atau Pasal 12 b subsider Pasal 5 ayat (2) subsider Pasal 11 dan, atau Pasal 12B Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 20/2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Sementara Hiendra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) a atau Pasal 5 ayat (1)  b subsider Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo, Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo, Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.

Sejak ditetapkan sebagai tersangka, Nurhadi cs kerap mangkir dari pemeriksaan. Pada Februari 2020, KPK menetapkan Nurhadi cs, sebagai buronan yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Sampai hari ini, KPK belum mampu menemukan keberadaan Nurhadi cs, untuk dilakukan penahanan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement