REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sidang praperadilan mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Mahkamah Agung (MA), Nurhadi akan diputus Senin (16/3) hari ini. Kuasa hukum Nurhadi, Maqdir Ismail berharap semua rangkaian kronologi dapat tercatat baik di praperadilan, sehingga hakim bisa melihat secara keseluruhan, secara adil.
"Ya kita lihat sajalah, putusannya itu apa, ya kita lihat kita dengar,” kata Maqdir saat dikonfirmasi wartawan, Ahad (15/3).
Maqdir mengaku curiga bila kliennya dikriminalisasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Salah satu bukti kriminalisasinya yakni lantaran, pihak Nurhadi belum mendapatkan pemberitahuan dimulainya penyidikan, namun justru ada pihak lain yang mengklaim lebih dulu tahu.
"Pak Nurhadi belum pernah terima, justru tahu bahwa ada SPDP itu dari orang lain," ucap Maqdir.
Sementara Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan, putusan Hakim Tunggal PN Jakarta Selatan akan menjadi pembuktian bahwa saat ini MA telah serius berkomitmen dalam upaya pemberantasan korupsi dan membangun citra peradilan yang bersih. KPK, sambung Ali, meyakini Hakim Tunggal dapat memutus praperadilan dengan tetap menjunjung integritas.
"Sekalipun tersangka NH ditetapkan sebagi tersangka dalam kapasitasnya terkait jabatan Sekretaris MA saat itu namun KPK yakin bahwa Hakim tunggal praperadilan akan memutus praperadilan ini dengan tetap menjunjung tinggi integritas, independen, transparan dan berani memutus menolak seluruh dalil permohonan praperadilan tersangka," tegas Ali Fikri.
Sebelumnya, dalam kesimpulannya KPK berpendapat pada pokoknya KPK telah dapat mematahkan semua dalil dan bukti-bukti yang telah diajukan Nurhadi dan kawan-kawan selama proses persidangan praperadilan. Bahkan, terdapat surat edaran Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2018 tentang larangan pengajuan praperadilan bagi tersangka yang melarikan diri atau sedang dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) yang berlaku sejak tanggal 23 Maret 2018.
"Maka para tersangka NH dan kawan-kawan sudah seharusnya tidak berhak mengajukan praperadilan tersebut," tegas Ali.
Karena, lanjut Ali, subjek dan objeknya sama dengan praperadilan yang pernah diajukan Nurhadi dkk dan sudah di tolak hakim tunggal PN Jaksel. Sehingga, untuk menjamin kepastian hukum sepatutnya permohonan praperadilan yang kedua tersebut haruslah ditolak.
Diketahui, Nurhadi dan kawan-kawan mengajukan praperadilan meminta status tersangka dibatalkan. Mereka menganggap KPK juga tidak memberikan SPDP secara langsung kepada Nurhadi dan tersangka lainnya.