REPUBLIKA.CO.ID, TAHUNA -- Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan menemukan adanya dugaan penyimpangan data muatan tol laut yang terjadi di Pelabuhan Tahuna, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, Ahad (15/3). Terjadinya penyimpangan data muatan tol laut disebabkan adanya perbedaan data dengan muatan. Pemerintah menyiapkan sanksi terhadap pelaku pelanggaran standard operating procedure (SOP) atau mekanisme penyelenggaraan program tol laut tersebut.
Hal tersebut disampaikan Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Kapten Wisnu Handoko saat melakukan jumpa pers di Pelabuhan Tahuna bersama dengan tim gabungan tol laut. Tim gabungan yang terdiri atas timsus Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Bareskrim Mabes Polri, Polda Sulawesi Utara (Sulut), Lanal Sangihe, serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sangihe mengamankan tujuh kontainer yang memuat sejumlah barang kebutuhan pokok yang tidak sesuai manifes dan data yang dilaporkan. Saat ini pelanggaran hukum manifes barang dan data tersebut tengah ditangani oleh Bareskrim Mabes Polri.
"Tim gabungan yang mengamankan tujuh kontainer tersebut merupakan tindak lanjut dari rapat terbatas Presiden Joko Widodo, Kementerian Perhubungan, dan para menteri terkait adanya dugaan penyimpangan standard operating procedure (SOP) atau mekanisme penyelenggaraan program tol laut. Padahal, dengan adanya program tol laut, pemerintah ingin agar ada kesamaan atau disparitas harga kebutuhan pokok antara Pulau Jawa dan pulau lainnya yang ada di Indonesia," tutur Wisnu. Penindakan terhadap tikij kontainer ini berlangsung pada hari Jumat (13/3).
Wisnu menuturkan, tujuan dari keberadaan tim gabungan ini dalam rangka menemukan dugaan–dugaan penyimpangan yang menyebabkan program tol laut tidak berjalan dengan baik. Hal ini tidak sejalan dengan tujuan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2017 tentang penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang dari dan ke daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan, yaitu dalam rangka menurunkan disparitas harga kebutuhan bahan pokok di seluruh Indonesia.
"Dugaan awal adanya penyimpangan ini adalah ditemukannya fakta bahwa meskipun tarif biaya angkut atau tol laut sudah disubsidi sehinga jauh lebih murah dari tarif umum, harga sembako di tempat tujuan masih tinggi sehingga muncul dugaan bahwa terjadi penyimpangan manifes yang tidak sesuai dengan jenis barang yang dikirimkan," ujarnya.
Selain adanya pelanggaran manifes tujuh kontainer yang diamankan, juga terindikasi terdapat manipulasi terkait jumlah barang yang dikirimkan melalui tol laut. Pelanggaran data yang dilakukan adalah harusnya setiap kontainer memuat barang seperti beras, minyak, atau terigu seperti yang tertulis dalam manifes, tetapi mereka memanipulasi data dengan memasukkan barang yang tidak sama dengan yang tertulis dalam manifes seperti mi instan. Oleh karena itu pihaknya akan makin memperketat implementasi pelaksanaan SOP pengiriman barang dengan meregistrasi sesuai KTP dan NPWP.
Wisnu memaparkan, saat ini penyimpangan manifes dan data barang tersebut tengah dikembangkan oleh pihak kepolisian dan Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan dalam rangka mengetahui pertanggungjawaban penyimpangan tersebut. Adanya penindakan juga sebagai upaya membuat efek jera sehingga nantinya tidak ada lagi penyimpangan dalam program tol laut yang dicanangkan Presiden Jokowi.
Dirkrimsus Polda Sulut Kombes Yandri Irsan mengatakan, saat ini pihaknya dan tim gabungan masih melakukan pengawasan. Apalagi, jika penyimpangan masih terjadi, sanksi bisa saja terkait tindakan kerugian negara pelanggaran perdagangan dan konsumen.
"Saat ini sanksi yang akan diterapkan masih disiapkan dan dianalisa. Penanganan hukum terhadap pelanggaran manifes dan data angkutan ini ditangani Bareskrim Mabes Polri," katanya.