REPUBLIKA.CO.ID, oleh Inas Widyanuratikah, Dessy Suciati Saputri, Haura Hafizah, Antara
Kepala Museum Nasional, Siswanto, mengatakan keris Pangeran Diponegoro yang dikembalikan oleh pemerintah Belanda adalah asli. Sesuai dengan catatan sejarah bahwa benda itulah yang dibawa ke Belanda oleh Kolonel Jen-Baptis Cleerens.
"Kalau bukan Pangeran Diponegoro berarti itu dikatakan keris itu palsu, berarti dulu Kolonel Cleerens mendapatkan keris itu palsu. Yang jelas itu yang dibawa Kolonel Cleerens, sudah jelas, catatannya ada," kata Siswanto ketika ditemui di Museum Nasional, Jakarta Pusat, Jumat (13/3).
Sebelumnya, Belanda secara simbolis mengembalikan keris milik Pangeran Diponegoro dalam lawatan Raja Belanda Willem Alexander dan Ratu Maxima ke Indonesia dan diserahkan secara langsung kepada Presiden Joko Widodo ketika keduanya mengunjungi Istana Bogor pada Selasa (10/3).
Keris Diponegoro yang dikabarkan sempat hilang akhirnya ditemukan di Museum Volkenkunde di Leiden, Belanda. Lewat penelitian panjang dan mendalam tim verifikasi Belanda dan Indonesia memastikan keaslian keris tersebut.
Menurut sejarah, keris itu didapatkan oleh pemerintah Belanda setelah menangkap Pangeran Diponegoro usai perang besar pada 1825-1830. Kolonel Jan-Baptist Cleerens kemudian memberikan keris itu sebagai hadiah kepada Raja Willem I pada 1831.
Setelah pengembalian, beberapa pihak sempat meragukan keaslian dari keris yang dikembalikan oleh Belanda tersebut. Siswanto mengatakan pemerintah terbuka untuk mendebat soal keaslian tersebut dan masing-masing pihak menyajikan fakta yang ada.
"Kalau Museum Nasional harus mendapatkan informasi yang paling benar, paling valid. Karena tanggung jawab kami adalah selain menyimpan untuk kelestarian, kita menyampaikan kepada masyarakat harus yang benar," kata dia.
Pengembalian keris, kata dia, bukan hanya bagian dari euforia kedatangan Raja dan Ratu Belanda. Tapi keaslian dari keris itu juga sudah dikuatkan dengan dokumen ilmiah yang sudah diteliti pihak Belanda maupun Indonesia.
Penelitian mencari keris Pangeran Diponegoro yang dibawa ke Belanda sudah dilakukan sejak tahun 1984. Akhirnya, pada tahun 2020 berhasil ditemukan.
Anggota Tim Verifikasi Keris Pangeran Diponegoro, Sri Margana, mengatakan orang pertama yang melakukan upaya identifikasi adalah Pieter Pott. Dia merupakan kurator museum yang kemudian menjadi direktur museum. Upaya identifikasi juga dilanjutkan oleh Susan Legene dari Frije Universiteit Amsterdam, Johanna Liefeldt dan Tom Quist.
Empat peneliti itu kemudian menemukan tiga keris di Museum Volkenkunde yang diduga milik Pangeran Diponegoro. Pada 2019, akhirnya dipastikan dua keris yang ditemukan bukan merupakan milik Pangeran Diponegoro.
"Kepastian bahwa keris Diponegoro ada di Belanda dipastikan dari tiga dokumen penting, yaitu korespondensi antara De Secretaris van Staat dengan Directeur General van het department voor Waterstaat, Nationale Nijverheid en Colonies natara tanggal 11-15 Januari 1831," kata Margana.
Di dalam korespondensi tersebut, Kolonel J.B. Clerens menawarkan kepada Raja Belanda Willem I sebuah keris dari Diponegoro. Keris tersebut kemudian disimpan di Koninkelijk Kabinet van Zelfzaamheden (KKVZ).
Pada tahun 1883, KKVZ dibubarkan dan seluruh koleksinya menyebar ke seluruh museum di Belanda. Museum Volkenkunde Leiden kemudian menjadi tempat keris Diponegoro disimpan.
Ketua Departemen Sejarah Universitas Gadjah Mada (UGM) ini mengatakan, proses identifikasi keris Diponegoro ini juga dilakukan berdasarkan dokumen kesaksian Sentot Prawirodirdjo. Kesaksian yang ditulis dalam Bahasa Jawa tersebut kemudian diterjemahkan dalam Bahasa Belanda.
"Dalam surat tersebut, Sentot menyatakan bahwa ia melihat sendiri Pangeran Diponegoro menghadiahkan Keris Kyai Naga Siluman kepada Kolonel Clerens," kata Margana menjelaskan.
Selanjutnya, Margana menjelaskan tim identifikasi memeriksa dokumen yang merupakan catatan dari Raden Saleh, pelukis yang pernah tinggal di Belanda. Raden Saleh juga merupakan pelukis yang melukis penangkapan Pangeran Diponegoro.
Di dalam catatan itu, Raden Saleh menyatakan melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa keris itu di Belanda. Ia juga menjelaskan makna Keris Naga Siluman dan ciri-ciri fisik keris itu.
Keyakinan para peneliti diperkuat setelah tim verifikasi dari Wina, Austria, Habil Jani Kuhnt-Saptodewo memastikan bahwa dokumen dan arsip keris tersebut yang dihadirkan oleh Quist dan Leijfeldt meyakinkan. Verifikasi lebih lanjut kemudian oleh peneliti dari Indonesia.
Margana melanjutkan, dia diminta oleh Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan untuk memverifikasi hasil temuan tersebut. Di dalam proses verifikasinya, ia memiliki sedikit perbedaan pendapat dengan tim peneliti dari Belanda.
Tim dari Belanda sebelumnya menyatakan, binatang ketiga yang ada di keris adalah singa, harimau, atau gajah. "Namun, setelah melihat langsung objeknya, saya dapat memastikan bahwa binatang yang diinterpretasikan sebagai gajah, singa, atau harimau itu sebenarnya adalah Naga Siluman Jawa," kata Margana.
Berdasarkan penilaiannya tersebut, Margana kemudian yakin bahwa keris yang diidentifikasi merupakan milik Pangeran Diponegoro. Ia menuturkan, kesimpulan ini juga telah disetujui oleh Dirjen Kebudayaan, Hilmar Farid dan sejarawan Bonnie Triyana yang menjadi bagian dari delegasi Indonesia.
Sejarawan Peter Carey menambahkan, ada enam keris pusaka yang dimiliki Pangeran Diponegoro, yaitu Kiai Bromokedali berupa cundrik, Kiai Habit (Abijaya), Kiai Blabar, Kiai Wreso Gemilar, Kiai Hatim dan Kiai Ageng Bondoyudo. Sedangkan tombaknya, Kiai Rondan, Kiai Gagasono, Kiai Mundingwangi, Kiai Tejo, Kiai Simo, Kiai Dipoyono dan Kiai Bandung. Keris-keris Pangeran Diponegoro yang lainnya sulit dilacak lagi keberadaannya.
Tercatat di antaranya ada yang pernah dipersembahkan kepada Raja Willem (1813-1840). Keris yang dilukiskan indah dan berperabot mahal ini dinamai Kanjeng Kiai Nogo Siluman dan saat itu disimpan di Kabinet Kerajaan Belanda di Den Haag, di mana pelukis muda dari Jawa Raden Saleh Syarif Bustaman (1811-1880) pernah tinggal. Keris ini yang sekarang dikembalikan ke Indonesia.
Ia menyebut pula masih ada dua benda milik Pangeran Diponegoro yang masih berada di Belanda. Benda itu adalah surat asli untuk ibunda dan anak sulung Pangeran Diponegoro dan tali kuda.
"Saya tidak bisa memastikan kapan dua benda itu dikembalikan ke Indonesia. Pihak pemerintah harus meminta ke Belanda dan membicarakan hal tersebut." katanya.