REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin mengakui bahwa Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pernah bertanya soal perkembangan pembahasan omnibus law. Tak ada permintaan percepatan pembahasan sekalipun. Pembahasan draf tersebut hingga saat ini belum berlanjut setelah diserahkan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto ke Ketua DPR Puan Maharani.
"Presiden menanyakan sudah sampai mana. Saya sampaikan proses pada saat 12 Februari, kemudian kita disposisi Bu Ketua kepada kesekjenan. Kesekjenan ini sudah sampai mana, kita belum tahu. Saya harus cek lagi nanti," kata Aziz di Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (12/3).
Setelah mendapat penjelasan, Aziz mengatakan, Jokowi kemudian meminta pimpinan DPR untuk berkoordinasi dengan kesekretariatan jenderal. Aziz mengeklaim tak ada pertanyaan lain maupun permintaan mempercepat proses. "Beliau (Presiden Jokowi) hanya menanyakan prosesnya sudah sampai mana," kata dia.
Terkait pro dan kontra yang terus menyertai omnibus law, Aziz mengatakan, nantinya hal-hal tersebut akan dibahas lebih lanjut. Ia berjanji DPR akan melibatkan berbagai pihak yang terkait dengan omnibus law agar dapat memerinci permasalahan dalam draf RUU tersebut.
Selanjutnya, permasalahan tersebut akan dimasukkan dalam daftar inventarisasi masalah (DIM). Para fraksi partai politik di DPR, kata Aziz, bahkan sudah memiliki ahlinya masing-masing untuk mengkaji draf omnibus law tersebut.
"Fraksi-fraksi sudah punya tim, sudah punya tim ahli masing-masing, walaupun DPR juga ada. Semua akan dikaji apa yang masuk di DPR," ujar politikus Partai Golkar itu.
Untuk diketahui, sejak diserahkan pada 12 Februari 2020, draf omnibus law rancangan pemerintah itu belum juga dibahas oleh DPR. Berdasarkan alur, setelah rancangan itu diterima, harusnya pimpinan DPR segera menggelar rapat pimpinan (rapim) dan pembahasan itu diteruskan ke Badan Musyawarah (Bamus) sebelum akhirnya dibahas secara menyeluruh. Namun, proses tersebut belum berjalan.
Di luar DPR, omnibus law masih disertai berbagai kontroversi. Kontroversi itu di antaranya terkait kesalahan pasal, ditabraknya sistem perundang-undangan, hingga isu pemangkasan hak-hak pekerja atau buruh.