Kamis 12 Mar 2020 19:42 WIB

Penyalaan Api Olimpiade yang Sepi Penonton

Pernyataan pandemi corona oleh WHO kembali mengguncang kepastian Olimpiade 2020.

Aktris Yunani Xanthi Georgiou (kiri) memerankan sosok pendeta tertinggi memegang obor saat upacara penyalaan api Olimpiade di situs Olympia kuno, tempat pertama lahirnya pertandingan Olimpiade di Yunani Selatan, Kamis (12/3). Virus corona menyebabkan acara ini berlangsung tanpa penonton.
Foto: AP
Aktris Yunani Xanthi Georgiou (kiri) memerankan sosok pendeta tertinggi memegang obor saat upacara penyalaan api Olimpiade di situs Olympia kuno, tempat pertama lahirnya pertandingan Olimpiade di Yunani Selatan, Kamis (12/3). Virus corona menyebabkan acara ini berlangsung tanpa penonton.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Antara, Indira Rezkisari

Api untuk Olimpiade Tokyo 2020 dinyalakan di kota tua Olympia, Yunani, Kamis (12/3). Penyalaan api Olimpiade kali ini berbeda karena terjadi di tengah isolasi, karena Yunani telah mencatat kematian pertama akibat virus corona.

Dengan larangan dihadiri penonton, seorang aktris berpakaian pendeta Yunani kuno menyalakan api menggunakan sinar matahari yang direfleksikan dengan cermin cekung. Mereka menggunakan pakaian lipit-lipit yang merupakan simbol doa kepada Apollo, dewa cahaya Yunani. Mereka lalu menari dengan iringan musik flute dan drum.

Aksi tersebut mengawali pawai obor selama sepekan di Yunani sebelum api tersebut diserahkan kepada penyelenggara di Tokyo pada 19 Maret mendatang. Tahun ini acara penyalaan api berlangsung tanpa penonton. Hanya ada sejumlah ofisial dan wartawan yang meliput. Biasanya ribuan orang dari berbagai negara tidak mau melewatkan kesempatan melihat penyalaan api Olimpiade.

"Hari ini menandai awal perjalanan api Olimpiade ke Jepang," kata Presiden Komite Olimpiade Internasional (IOC) Thomas Bach. "Ketika api kembali ke Tokyo setelah 56 tahun, semoga menerangi jalan di seluruh negeri," katanya.

Virus corona telah menyebabkan efek tsunami dalam dunia olahraga. Keraguan semakin meningkat apakah Olimpiade bisa diselenggarakan sesuai jadwal 24 Juli-9 Agustus 2020.

Namun, panitia penyelenggara telah menegaskan bahwa Olimpiade akan berlangsung sesuai rencana dan IOC mengatakan belum ada pembicaraan mengenai pembatalan atau penundaan. IOC mengatakan akan berkoordinasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang sekarang sudah resmi mengklasifikasi wabah tersebut sebagai pandemik.

CEO Olimpiade 2020 Yoshiro Mori membantah pernyataan anggota Dewan Eksekutif Tokyo 2020 yang menyebut opsi penundaan pesta olahraga tersebut selama satu atau dua tahun karena wabah global virus corona. "Tentu saja kami memperhatikan hal itu (wabah virus corona). Saya tidak menyatakan Olimpiade ditunda. Saya kira tetap akan terlaksana," kata Mori, Rabu (11/3).

Rencana itu, menurut Mori, tidak pernah menjadi pertimbangan panitia karena apabila itu terjadi justru akan mengacaukan kalender olahraga internasional. Ia bersikeras bahwa pernyataan anggota dewan eksekutif, Haruyuki Takahashi, soal penundaan mustahil dilakukan.

"Ini merupakan sesuatu yang tidak dapat Anda tunda satu atau dua tahun. Jujur saja, pernyataan dia (Takahashi) telah keluar jalur," ujar Mori.

"Kami meminta klarifikasi dari Takahashi. Dia mengatakan tidak sengaja telah memberikan opininya terhadap pertanyaan yang masih merupakan hipotesis," katanya.

Menteri Olimpiade Jepang Seiko Hashimoto menambahkan bahwa penyelenggara sama sekali tidak berencana menunda pesta olahraga terakbar itu. Pasalnya, hal itu akan mengecewakan para atlet yang telah berjuang mempersiapkan segalanya demi tampil di Tokyo.

"Apabila dilihat dari kacamata atlet yang merupakan pemeran utama di Olimpiade, mereka telah mempersiapkan semuanya. Penundaan atau pembatalan sungguh tidak dapat dibayangkan," kata Hashimoto kepada anggota Komite Parlemen.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Olympic Channel (@olympicchannel) pada

Ia menekankan keputusan final soal penyelenggaraan Olimpiade tetap berada di tangan Komite Olimpiade Internasional (IOC). "Kami pikir pemerintah perlu memberikan informasi yang benar sehingga IOC bisa membuat keputusan yang tepat."

Takahashi sebelumnya mengatakan kepada Wall Street Journal bahwa penundaan selama satu atau dua tahun merupakan opsi yang realistis seandainya Olimpiade Tokyo tak bisa digelar pada 24 Juli karena kekhawatiran wabah virus corona.

Perdebatan dan spekulasi penyelenggaraan Olimpiade 2020 terus berseliweran sejak wabah virus corona yang pertama kali muncul di Wuhan, China, itu mulai menyebar ke berbagai negara dan menewaskan banyak korban, termasuk di Jepang. Di Jepang, Covid-19 telah menginfeksi hampir 1.300 orang, termasuk 750 orang yang dikarantina di kapal pesiar Diamond Princess. Sementara itu, 16 kasus di antaranya berakhir dengan kematian.

Pernyataan WHO yang sudah mendeklarasikan corona sebagai pandemi namun bisa jadi mempengaruhi keputusan jadi atau tidaknya Olimpiade di bulan Juli. Dikutip dari AP, Gubernur Tokyo, Yuriko Koike, Kamis (12/3), mengatakan pernyataan WHO sangat mungkin mempengaruhi Olimpiade.

"Saya tidak bisa bilang tidak akan ada dampaknya. Tapi saya percaya, penundaan itu sangat mungkin," katanya.

Ada banyak pertimbangan dalam keputusan berlangsung atau tidaknya Olimpiade Tokyo pada tepat waktu. Keputusan itu pastinya juga akan dikonsultasikan antara IOC, Pemerintah Jepang, WHO, dan pihak-pihak lain termasuk para pengacara.

Pembatalan Olimpiade salah satunya berdampak secara ekonomi. Jepang disebut mengeluarkan 12,6 miliar dolar AS untuk penyelenggaraan Olimpiade. Tapi angka pastinya diperkirakan badan audit nasional setidaknya dua kali lipat itu. Mungkin mencapai hingga 28 miliar dolar AS.

Dari uang yang dikeluarkan itu, sebanyak 5,6 miliar dolar di antaranya berasal dari swasta. Sisanya adalah dana publik dari pemerintah Tokyo, prefektur lain, dan pemerintah pusat.

IOC memiliki dana yang dicadangkan hampir sebesar 2 miliar dolar untuk dilanjutkan ke Olimpiade berikutnya, yakni Olimpiade Musim Dingin di Beijing 2022, seandainya ada pembatalan. IOC juga memiliki asuransi pembatalan, empat tahun lalu komite membayar 14 miliar dolar untuk memiliki asuransi itu.

IOC adalah organisasi non-profit dengan pendapatan sebesar 5,7 miliar dolar AS selama siklus empat tahun Olimpiade. Pendapatan tersebut 73 persennya datang dari hak siar yang dibeli stasiun televisi. Sisanya 18 persen dari sponsor.

photo
WHO Nyatakan Wabah Corona Sebagai Pandemi - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement