REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para pengusaha muda yang tergabung dalam Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Jakarta Raya (Jaya) menyatakan dukungannya terhadap pengembangan industri produk tembakau alternatif dalam negeri. Sekretaris Hipmi Jaya Arief Satria Kurniagung berharap pemerintah juga mendukung industri produk tembakau alternatif.
Arief Satria Kurniagung mengatakan, industri produk tembakau alternatif yang juga dikenal dengan istilah rokok elektrik itu merupakan inovasi produk tembakau konvensional yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan. "Kami mendukung karena ini merupakan industri baru yang dapat membuka lapangan pekerjaan. Terlebih, kan bisa diproduksi oleh pengusaha lokal, peluangnya juga terbuka luas bagi pelaku UMKM untuk berkembang lebih baik," ujar Arief di Jakarta, Rabu (12/3).
Arief mengatakan, pemerintah seharusnya juga mendukung berbagai industri dalam negeri yang memiliki nilai tambah, seperti produk-produk inovasi, salah satunya industri produk tembakau alternatif yang masuk ke dalam kategori Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL). Ia menjelaskan , saat ini masih banyak terjadi pro dan kontra terkait keberadaan produk tembakau alternatif. Salah satunya Kementerian Kesehatan yang mewacanakan pelarangan terhadap produk tembakau alternatif. Namun di sisi lain pemerintah telah mengenakan tarif cukai tertinggi hingga 57 persen untuk produk ini.
Arief mengatakan, pihaknya memandang pemerintah perlu mengkaji secara matang dalam meregulasi produk tembakau alternatif, sebab beberapa studi menunjukkan bahwa produk tembakau alternatif lebih rendah risiko dibandingkan rokok konvensional. "Pelaku industri siap untuk berdialog. Jadi, kebijakan yang dihasilkan lebih efektif," kata Arief pula.
Apalagi, lanjutnya, produk tembakau alternatif seperti liquid tembakau (vape), produk tembakau yang dipanaskan, kantong nikotin, dan inovasi lainnya merupakan salah satu bagian dari perkembangan teknologi global. "Sekarang ini produk tembakau alternatif sudah beredar dan diterima oleh masyarakat, jadi harus didukung oleh regulasi yang mendukung industrinya untuk berkembang juga," ujar Arief.
Hal senada diungkapkan Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Aryo Andrianto. Menurutnya, saat ini masih banyak aturan yang ingin dirapikan misalnya soal kemasan dan perlindungan konsumen.
"Industrinya baru, jadi kita perlu menyiapkan regulasi untuk menata industri ini jauh lebih baik," ujar Aryo.
Selain itu, Aryo mengatakan, pemerintah seharusnya menyiapkan aturan cukai yang tidak memberatkan pelaku usaha yang mayoritas masih masih berbasis UMKM. Ia mengaku penetapan cukai saat ini, yaitu sebesar 57 persen sangat membebani pelaku usaha dan juga konsumen. Aryo menegaskan, seharusnya produk tembakau alternatif tidak dikenakan tarif cukai tertinggi, dengan mempertimbangkan profil risiko yang lebih rendah dari rokok konvensional.
Untuk itu, APVI meminta kepada pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan agar tidak menaikkan beban cukai untuk produk HPTL.
"Industri produk tembakau alternatif masih didominasi pemain dari sektor UMKM. Oleh karena itu kami berharap pemerintah memberikan perhatian karena industri ini sedang berusaha untuk berkembang," kata Aryo.
Aryo juga mengungkapkan, produk tembakau alternatif dalam negeri juga tengah dilirik importir dari sejumlah negara untuk mengekspor ke negara masing-masing. Namun, sekali lagi, butuh regulasi yang dapat mengakomodir hal tersebut.
"Kita sebenarnya sudah siap untuk ekspor, tapi masih ada kendala seperti HS Code yang berbeda antara yang di Indonesia dengan yang di luar negeri, jadi kita kesulitan untuk ekspor," katanya pula.
Adanya regulasi yang jelas, katanya pula, maka akan banyak efek berganda atau multiplier effect yang diperoleh pemerintah, yaitu tumbuhnya bisnis UMKM, penyerapan tenaga kerja, masuknya investasi, dan meningkatkan pendapatan devisa dari ekspor rokok elektrik.