Rabu 11 Mar 2020 18:43 WIB

'RUU Ciptaker Selaraskan Kepentingan Investor dan Pekerja'

Kepentingan pekerja antara lain upah yang lebih baik dari standar hidup layak.

Kontroversi Pasal 170 Omnibus Law RUU Cipta Kerja()
Kontroversi Pasal 170 Omnibus Law RUU Cipta Kerja()

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- RUU Cipta kerja dinilai menunjukkan semangat kuat untuk menyelaraskan kepentingan investor dan pekerja. "Dalam RUU Omnibus Law yang sedang hangat dibicarakan ini, kepentingan investor dan pekerja secara seimbang diakomodasi," kata Dosen Ekonomi dan Keuangan FEBI UIN Bandung,  dalam diskusi dengan RUU OBL: Masa Depan Pendidikan dan Dunia Kerja, di sebuah kafe di Jl Juanda 92, Dago, Bandung, Rabu (11/3) . 

Selain Mulyawan, diskusi ini juga menghadirkan Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Cecep Darmawan  dan Guru Besar Politik dan Hukum UIN Bandung, Izan Fautanu. Dalam paparannya, Mulyawan menjelaskan bahwa investor pasti berkepentingan terhadap regulasi yang memudahkan dan cepat, biaya murah untuk berbagai urusan seperti perizinan, tenaga kerja dan lainnya.

"Kepentingan lainnya adalah jaminan keamanan investasi, juga keberlangsungan usaha terjaga," kata Mulyawan.

Sementara kepentingan pekerja antara lain upah yang sesuai atau lebih baik dari standar hidup layak, dan jaminan keberlangsungan bekerja. "Pekerja juga butuh ketenangan, kenyamanan bekerja dan penghargaan atas masa kerja. Tentu masih ada kepentingan-kepentingan lain, tapi secara umum jika ini tercukupi ya iklim usaha secara umum akan kondusif," tutur Mulyawan.

"Tampaknya, kedua kepentingan ini yang coba dipertemukan dalam RUU Ciptaker. Karena dilihat dari klaster drafnya, RUU Ciptaker memang mengakomodasi dua kepentingan ini. Meskipun dalam beberapa poin, wajar saja bila dikritisi dengan semangat memperbaiki," kata Mulyawan.

Tak kalah penting, kata Mulyawan, adalah semangat RUU Omnibus Law dalam mengatasi masalah pengangguran. RUU ini memang diharapkan mendorong dengan cepat penambahan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, lapangan kerja yang sudah ada juga tidak berpindah ke negara lain yang lebih kompetitif.

"Ini kan catatan penting yang selama ini banyak dibicarakan. Sudah ada lapangan kerja, terus pindah ke negara tetangga karena kita kalah kompetitif," katanya.

Mengutip data Kemenko Perekonomian RI tahun 2020, Mulyawan menyebutkan bahwa pengangguran saat ini mencapai 7,05 juta dan angkatan kerja mencapai 2,24 juta. Sementara masyarakat dalam kategori setengah penganggur sebanyak 8,14 juta, dan pekerja paruh waktu 28,41.

"Jadi total 45,84 juta atau 34, 4 persen angkatan kerja bekerja tidak penuh. Bayangkan jika ditambah jumlah penduduk yang bekerja pada sektor informal sebanyak 70,49 juta orang atau 55,72 persen dari total penduduk yang bekerja. Ini jumlah yang memang harus dipastikan solusinya," tutur Mulyawan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement