Selasa 10 Mar 2020 13:19 WIB

Resmi Naik, Ini Tarif Baru Ojek Daring di Jabodetabek

Gojek dan Grab mendukung kebijakan kenaikan tarif ojek daring di Jabodetabek.

Sejumlah pengendara ojek daring menunggu orderan penumpang di shelter ojek daring di kawasan Stasiun Sudirman, Jakarta, Rabu (14/8/2019). (Antara/Indrianto Eko Suwarso)
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Sejumlah pengendara ojek daring menunggu orderan penumpang di shelter ojek daring di kawasan Stasiun Sudirman, Jakarta, Rabu (14/8/2019). (Antara/Indrianto Eko Suwarso)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengumumkan bahwa tarif ojek daring untuk zona II, yakni wilayah Jabodetabek, resmi naik. Keputusan untuk menaikkan tarif ojek daring di Jabodetabek ini diambil setelah melalui penggodokan selama dua bulan.

“Dari hasil diskusi kami dengan beberapa asosiasi ojek online, yang akan dikenakan kenaikan adalah wilayah Jabodetabek atau zona II. Dalam rangka kenaikan tarif tersebut, kami telah dibantu oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan untuk melakukan survei dan penelitian. Angka rata-rata tarif yang disetujui kenaikannya oleh masyarakat dalam hasil survei tersebut adalah sebesar Rp 225 per kilometernya,” kata Dirjen Budi dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (10/3).

Baca Juga

Dirjen Budi menjelaskan bahwa pada akhirnya setelah berdiskusi dengan aplikator maupun asosiasi ojek online, tarif ojek online disesuaikan menjadi bertambah sebesar Rp 250.

Penyesuaian biaya jasa ojek online ini khusus zona II besaran biayanya menjadi biaya jasa batas bawah sebesar Rp 2.250 per kilometer, biaya jasa batas atas sebesar Rp 2.650 per kilometer, dan biaya jasa minimal dengan rentang biaya jasa antara Rp 9.000 dan Rp 10.500

“Sebagian besar masyarakat yang disurvei menyatakan jika terjadi kenaikan tarif maka akan mengurangi frekuensi menggunakan ojek online. Masyarakat juga meminta kompensasi ada perbaikan di pelayanan, terutama pada aspek keselamatan dan keamanan karena perlu adanya penyesuaian algoritma dari masing-masing aplikator. Kami menyiapkan aturan pengganti regulasi yang lama. Paling lama 16 Maret sudah dapat dijalankan oleh aplikator yang sudah ada sekarang ini. Setelah tanggal 16 Maret, saya akan melakukan evaluasi terhadap tarif,” urai Dirjen Budi.

Selain itu, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menjelaskan bahwa kenaikan tersebut sesuai dengan kemampuan daya beli masyarakat Jabodetabek.

“Kenaikan tarif ojek online ini memang dari besaran yang disampaikan dari persentase kenaikan masih dalam koridor keterjangkauan ATP (ability to pay) konsumen dan di sisi lain kita mendorong WTP (willingness to pay) konsumen dari segi pelayanan,” kata Tulus.

Tulus juga menyatakan bahwa ada delapan catatan dari pihaknya terkait penyesuaian biaya jasa ojek daring ini, yaitu kebijakan kenaikan tarif ini jangan sampai dilakukan karena adanya demonstrasi dari pengemudia atau yang lainnya. Sebagai kebijakan publik tidak baik jika dilakukan akibat tekanan massa. Kenaikan tarif harus berbasis kebutuhan.

Kedua, sepeda motor itu adalah moda transportasi yang tingkat keselamatannya paling rendah, baik sebagai kendaraan pribadi maupun sebagai kendaraan umum. Hal ini harus menjadi catatan keras untuk semua pihak.

Ketiga, dalam transportasi roda dua, khususnya ojek daring, yang utama adalah aspek kesalamatan atau safety bagi pengguna dan pengemudi.

“Selain safety, pelayanan pun harus diberikan semaksimal mungkin. Seperti dulu pada awal munculnya ojek online selalu ada masker dan penutup kepala. Sekarang harap dikembalikan seperti semula,” kata Tulus.

Terkait manajerial, dia mengatakan, kalau ada tim efisiensi hubungan kontraktual antara pengemudi dan aplikator akan lebih baik. Kurang adil jika hal tersebut dibebankan pada penumpang, misalnya menyangkut besaran potongan atau dampak sosial dari ojek online, termasuk penawaran dan permintaan (supply and demand).

Kemudian, pada titik tertentu, ojek online akan diposisikan sebagai transportasi pengumpan. Kalau angkutan massal sudah siap seperti MRT, LRT, BRT, ojek online akan menjadi pengumpan untuk kendaraan tersebut. “Dari sisi keselamatan, improvisasi dari aplikator terus kita dorong, salah satunya kualitas kendaraan, juga kualitas pengemudinya,” katanya.

Selanjutnya, adanya perlindungan dari sisi asuransi untuk menjamin pengemudi dan penumpang dengan asuransi, minimal Jasa Raharja.

Chief Public Policy and Government Relations Gojek Shinto Nugroho menyatakan mendukung kebijakan ini. “Pada prinsipnya, kami senantiasa mematuhi pedoman biaya jasa yang diterapkan pemerintah. Kami dari Gojek pun berusaha meningkatkan keamanan, keselamatan, dan kenyamanan pengguna. Kami juga telah melakukan berbagai hal untuk meningkatkan keamanan dengan number masking dan share your trip,” kata Shinto sembari menjelaskan bahwa pihaknya juga telah menyediakan asuransi dan sudah bekerja sama dengan Jasa Raharja.

Sejalan dengan hal tersebut, Head of Public Affairs Grab Indonesia Tri Sukma Annreiano menyampaikan bahwa Grab menghormati keputusan yang sudah ditetapkan pemerintah.

“Kami akan berdaptasi dengan skema baru sesuai keputusan. Karena ini untuk tarif jabodetabek, kami akan mengomunikasikan pada pengemudi kami. Kami berharap dapat meningkatkan kesejahteraan mitra pengemudi kami dan juga baik untuk industri ojek online secara keseluruhan. Harapan kami kebijakan ini dapat dilaksanakan oleh seluruh pelaku usaha,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Havara Evidanika Zahri Firdaus sebagai public relations specialist Maxim juga menyatakan menyanggupi untuk mengikuti kebijakan baru ini.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement