REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proses hukum dari lelang ulang Electronic Road Pricing (ERP) yang dilakukan Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sedangkan Dishub DKI memilih tetap melanjutkan proses lelang ulang ini. Dengan tidak jelasnya status ini dikhawatirkan penerapan ERP di Jakarta akan molor dari target pada 2021.
Pengamat Transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno menyayangkan ketidakjelaaan soal proses hukum dan proses lelang ERP atau jalan berbayar di Jakarta ini. Dengan ketidakjelasan nasib ERP tersebut, ia khawatir penerapan ERP di Jakarta kembali molor dari yangbtelah ditetapkan Dishub DKI pada 2021 nanti.
"Saya cukup menyayangkan, karena dengan molornya ERP di Jakarta, maka kebijakan Ganjil Genap (Gage) akan semakin diperpanjang. Padahal Ganjil Genap sudah diindikasi semakin kesini semakin tidak efektif lagi, dimana semakin banyak orang yang membeli dua mobil dengan memesan plat yang ganjil atau genap untuk menghindari Gage," kata Djoko kepada wartawan, Senin (9/3).
Djoko mengakui memang langkah penerapan ERP harus hati-hati, terutama dalam pelaksanaan lelang. Dimana anggaran ERP yang akan dikeluarkan inj, menurutnya bukan sedikit, dan teknologi yang digunakan juga bukan asal-asalan atau sembarangan. Tentu ia menyadari akan banyak pihak yang akan mengincar proyek ini.
"Karena itu butuh kehati-hatian dalam proses lelangnya," ucapnya.
Namun bukan berarti dengan polemik ini, ERP harus kembali mundur. Djoko menjelaskan sebelumnya setelah proses lelang pertama, Dishub sempat membatalkan hasil lelang tersebut, dan mengulang kembali lelang baru. Akibatnya target penerapan ERP.kembali diundur pada 2021. Karena itu ia memberi catatan, bila prosesnya masih panjang, sebelum ERP Jakarta diterapkan, Ganjil Genap jangan dihilangkan.
Walaupun diakui dia ERP lebih efektif dari Ganjil Genap. Dimana ERP tidak memerlukan banyak personil untuk mengawasi, menghindari kecurangan pengguna kendaraan dan menambah pemasukan. Sebab, seperti yang ia sampaikan Ganjil Genap dalam perjalannnya telah menambah jumlah kendaraan itu sendiri. Ditambah kasus pemalsuan plat nomor juga ikut meningkat.
"Dengan ERP hal itu bisa diminimalisir, harapannya kemacetan di ruas-ruas jalan yang diterapkan ERP akan berkurang, seperti layaknya di beberapa negara yang telah menerapkan sistem ini," ungkap Djoko.
Pada putusan Majelis Hakim PTUN diputuskan mencabut surat pembatalan proses lelang sistem jalan berbayar elektronik atau ERP oleh Pemprov DKI Jakarta, pada Selasa (3/3). Putusan itu adalah permohonan gugatan konsorsium SMART ERP yang diwakilkan PT Balitowerindo Sentra Tbk, dikabulkan seluruhnya.
Selanjutnya Majelis hakim memerintahkan tergugat (Pemprov DKI Jakarta) untuk tidak melakukan lelang ulang, hingga ada putusan berkekuatan hukum tetap yang artinya pengajuan proses lelang jalan berbayar DKI Jakarta dalam status quo.
Namun Pemprov DKI Jakarta akan mengajukan banding usai kalah di PTUN soal pembatalan lelang ERP tersebut. Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan proses lelang ulang itu bertujuan untuk mengikuti prosedur yang ada.
"Karena prinsip kami adalah ingin menerapkan asas umum untuk pemerintahan yang baik, maka hasil itu akan kami lakukan banding," kata Syafrin akhir pekan lalu.
Dimana, kata Syafrin, pembatalan lelang ERP oleh Pemprov DKI Jakarta sendiri, kata Syafrin, bertujuan untuk menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan ERP karena sudah dapat legal opinion dari Kejaksaan Agung dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) untuk proses pelaksanaan.
"Untuk saat ini kami sedang menyiapkan penyempurnaan dokumen teknis sekaligus regulasi yang kemudian kita siapkan dilakukan pelelangan," ujarnya.
Sebelumnya PT Smart ERP yang telah mengikuti lelang menggugat Pemprov DKI Jakarta karena menghentikan proses lelang Electronic Road Pricing (ERP) tahun 2019. PT Bali Towerindo Sentra meminta Pemprov mencabut pembatalan lelang tersebut.