Senin 09 Mar 2020 17:25 WIB

Politik Uang Kurang Efektif di Pilkada

Jumlah pemilih yang antipolitik uang sebenarnya cukup besar, namun mereka apatis.

Boneka maskot berbentuk rumah adat Balla Lompoa (rumah besar) beraksi saat peluncuran maskot pilkada Gowa di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Sabtu (1/2/2020). (Antara/Abriawan Abhe)
Foto: Antara/Abriawan Abhe
Boneka maskot berbentuk rumah adat Balla Lompoa (rumah besar) beraksi saat peluncuran maskot pilkada Gowa di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Sabtu (1/2/2020). (Antara/Abriawan Abhe)

REPUBLIKA.CO.ID, JEMBER -- Pengamat politik Universitas Jember Agus Tri Hartono PhD menilai politik uang kurang efektif dalam mempengaruhi pemilih untuk menentukan pilihannya menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020."Di tingkat nasional, Pemilu yang terpapar politik uang sekitar 30 persen, sedangkan efektivitasnya untuk mendapatkan dukungan hanya sekitar 10 persen," katanya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Senin (9/3).

Di Jawa Timur, angkanya lebih kecil dibandingkan nasional dan angkanya di beberapa daerah cukup beragam yakni ada yang di bawah 30 persen, namun ada yang di atas 30 persen terpapar politik uang saat pemilu."Pengaruh politik uang terhadap pemilih dalam menentukan pilihannya hampir sama dengan nasional, rata-rata 10 persen berdasarkan hasil survei yang pernah dilakukannya," tutur Agus.

Menurutnya politik uang dalam semua tingkat pemilihan langsung adalah nyata dan bahkan sering digunakan sebagai salah satu upaya memenangkan calon kepala daerah."Tingkat penerimaan pemilih terhadap politik uang relatif mengkhawatirkan karena berada pada kisaran sepertiga dalam skala nasional, bahkan lebih tinggi pada level Jatim karena mencapai kisaran dua per lima," katanya.

Agus menjelaskan jumlah pemilih yang antipolitik uang sebenarnya cukup besar, tetapi sebagian besar mereka agak apatis dalam memilih, sehingga upaya untuk membendung politik uang adalah membuat pemilih antipolitik uang untuk menyalurkan hak pilihnya dan tidak golput dalam pilkada."Politik uang sampai sekarang menjadi persoalan yang serius yang harus dihadapi bersama-sama jelang Pilkada Serentak 2020, namun saat ini angka terpapar politik uang lebih menurun dibandingkan tahun-tahun pemilu sebelumnya," kata dosen Ilmu Hubungan Internasional FISIP Unej itu.

Sebelumnya anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Dr Alfitra Salam mengingatkan adanya politik uang yang marak menjelang pelaksanaan pilkada serentak, sehingga harus diwaspadai  Bawaslu."Politik uang juga dikhawatirkan terjadi pada pilkada dan persoalan itu harus menjadi perhatian yang serius bagi penyelenggara pilkada, meskipun politik uang kadang sulit dibuktikan," tuturnya.

 

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement