REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman mengkritik kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran belum berhasil menangkap Caleg PDIP Harun Masiku.
Menurut Zaenur, seharusnya dengan pimpinan KPK yang memiliki anggota Polri aktif pangkat bintang tiga bukanlah perkara sulit untuk menangkap seorang buronan. "Ya semoga KPK masih punya malu, khususnya ketuanya. Dipimpin oleh Jendral Bintang tiga tetapi untuk mencari Harun Masiku saja tidak bisa," kata Zaenur, saat dikonfirmasi, Jumat (6/3).
Bahkan, kata Zaenur, kinerja KPK kalah dengan petugas kepolisian sektor yang sigap menangkap pelaku tindak kriminal. Menurutnya, kepercayaan publik akan turun jika upaya komisi antikorupsi terus gagal menangkap Harun.
"Kok kalah dari polsek-polsek yang biasa menangkap kriminal. Sekarang KPK semakin tidak mendapat kepercayaan publik," ucapnya.
Sebelumnya, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai tidak tepat bila menggelar persidangan in absentia atau proses mengadili seseorang tanpa dihadiri oleh terdakwa terhadap Caleg PDIP Harun Masiku.
"Untuk saat ini rasanya tidak tepat jika KPK langsung begitu saja menyidangkan Harun Masiku dan Nurhadi dengan metode in absentia, sebab sampai hari ini publik tidak pernah melihat adanya keseriusan dan kemauan dari Pimpinan KPK untuk benar-benar menemukan dan menangkap kedua buron tersebut," kata Kurnia saat dikonfirmasi, Jumat (6/3).
Kurnia tak menampik bila pada dasarnya Pasal 38 ayat (1) UU Tipikor memang membuka celah bagi KPK untuk tetap melimpahkan berkas ke persidangan tanpa kehadiran terdakwa atau in absentia. Namun, lanjut Kurnia, penting untuk diingat bahwa pasal tersebut dapat digunakan dengan syarat khusus yakni penegak hukum harus benar-benar bekerja untuk menemukan para buronan.
Menanggapi kritikan tersebut Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron menegaskan segala upaya telah dilakukan KPK.
"Kami merasa begini, bahwa upaya secara maksimal tetap akan kita lakukan baik tertangkap ataupun ditemukan seusai persidangan, itu menjadi bagian dari profil KPK tidak kemudian akan menunggu tertangkap terlebih dahulu," ujar Ghufron di Gedung KPK, Jumat (6/3).
Ia pun menyebut persidangan merupakan tempat para terdakwa untuk membela diri. Sehingga, bila para terdakwa tidak juga menyerahkan diri maka mereka tidak menggunakan haknya.
"Artinya, keberadaannya mau ada atau tidak yang jelas itu adalah hak dia untuk membela. kemudian kalau dia tidak ada, sekali lagi itu berarti tersangka atau terdakwa tidak gunakan haknya untuk membela diri," terangnya.
Dalam perkara ini, lembaga antirasuah KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka, yaitu mantan komisioner KPU, Wahyu Setiawan; mantan caleg PDIP Harun Masiku; eks anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina; dan Saeful (swasta). Harun diduga menyuap Wahyu dengan uang Rp900 juta. Dari keempat orang tersangka, hanya Harun yang belum ditangkap dan masih menjadi buron KPK.