Kamis 05 Mar 2020 19:51 WIB

Saksi Sebut Rp 2 M Satlakprima untuk Renovasi Rumah Imam

Saksi Alverino Kurnia pernah mengantarkan Rp 2 miliar ke sebuah kantor arsitek.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Terdakwa kasus dugaan suap terkait pengurusan proposal dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia ( KONI) dan gratifikasi, Imam Nahrawi menyimak keterangan saksi dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (21/2/2020).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Terdakwa kasus dugaan suap terkait pengurusan proposal dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia ( KONI) dan gratifikasi, Imam Nahrawi menyimak keterangan saksi dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (21/2/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan Alverino Kurnia, mantan Operator Pencairan Anggaran Satlak Prima (Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas). Ia dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus suap dan gratifikasi dana hibah KONI dengan terdakwa Miftahul Ulum, asisten pribadi Mantan Menpora Imam Nahrawi, Kamis (5/2).

Dalam persidangan Alverino mengakui pernah diperintahkan menyerahkan uang Rp 2 miliar ke sebuah kantor arsitek atas perintah dari Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Program Indonesia Emas (PRIMA) Kemenpora periode tahun 2015-2016, Lina Nurhasanah. Kejadian tersebut, kata Alverino, terjadi pada 2016.

Baca Juga

Awalnya, Jaksa KPK, Ronald Worotikan menanyakan apakah uang Rp 2 miliar yang berasal dari dana akomodasi atlet pada anggaran Satlak Prima.

"Uang Rp 2 miliar itu asalnya darimana yang saudara ketahui? Apa duit pribadi Bu Lina?," tanya Jaksa Ronald kepada Alverino di Ruang Sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/3).

"Bukan, dari Satlakprima," jawab Alverino.

"Sebesar Rp 2 miliar?," cecar Jaksa Ronald.

"Iya," jawab Alverino.

Alverino menuturkan, mengantarkan uang tersebut ke Kantor Budipradono Architecs yang beralamat di Jalan Walet 6 Blok I.2 No. 11 Sektor 2, Bintaro Jaya, Jakarta Selatan. Uang diantarkan pada 12 Oktober 2016 dan diserahkan kepada Intan Kusuma Dewi. Uang itu kemudian dipakai untuk membayar jasa renovasi rumah Imam.

"Apakah saudara mengetahui atau pernah diperlihatkan Intan Kusuma Dewi surat perjanjian pengerjaan kontrak rumah?," tanya Jaksa Ronald.

"Tidak pernah," jawab Alverino.

"Setelah menerima. Tadi kan di kwitansi untuk pembangunan rumah, betul itu untuk pembangunan rumah? Kan di kwitansi ada kan?,"tanya Jaksa lagi.

"Iya," jawabnya

"Rumah siapa?," tanya Jaksa lagi.

"Yang saya tau dari ibu Lina untuk rumah pak Menteri," jawabnya.

"Kemudian uang Rp 2 Miliar itu, saudara bawa tunai, dikemas pakai apa," cecar Jaksa lagi.

"Betul pak bawa tunai, saya kemas pakai kertas kardus," jawabnya.

Dalam dakwaan Ulum dibeberkan, pada 2015, istri Imam Nahrawi yang bernama Shobibah Rohmah berkenalan dengan Budiyanto Pradono dan Intan Kusuma Dewi dari Kantor Budipradono Architecs. Dalam pertemuan itu, Shobibah Rohmah berminat untuk menggunakan jasa Kantor Budipradono Architecs untuk mendesain rumah milik Imam Nahrawi di Jalan Manunggal II, Ceger, Cipayung, Jakarta Timur.

Selanjutnya pada 9 Juli 2015, ditandatangani Surat Perjanjian Pekerjaan Jasa Konsultan Arsitek Untuk Desain Arsitektur Rumah di Ceger, Jakarta Timur (019/BPA 1507/agr) antara Shobibah Rohmah dan Budiyanto Pradono dengan nilai kontrak sejumlah Rp 700 juta.

Disepakati pula pembayaran dilakukan dalam empat tahap, yakni:

1) Termin 1 sebesar Rp 200 juta pada saat kontrak ditandatangani;

2) Termin 2 sebesar Rp 300 juta pada saat gambar skematik desain;

3) Termin 3 sebesar Rp 150 juta pada saat dokumen pengembangan desain;

4) Termin 4 sebesar Rp 50 juta pada saat dokumen konstruksi.

Termin 1 sudah dibayar pada saat kontrak ditandatangani pada tanggal 9 Juli 2015. Sementara untuk pembayaran selanjutnya, Shobibah Rohmah meminta Intan Kusuma Dewi untuk berkoordinasi dengan Ulum.

Kemudian, pada September 2016, kembali dilakukan pertemuan di rumah dinas Menpora yang dihadiri Imam Nahrawi, Shobibah Rohmah, Ulum, dan Intan. Dalam pertemuan itu, Shobibah Rohmah meminta dibuatkan desain interior butik dan kafe dengan alamat di Jl. Benda Raya No. 54C Kemang, Jakarta Selatan.

Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang dibutuhkan dalam renovasi Interior Hatice Boutique & Café tersebut Rp 300 juta. Sedangkan, biaya jasa dalam Desain Interior Hatice Boutique & Café ditetapkan sebesar Rp 90 juta.

Namun, pengerjaan Desain Interior Hatice Boutique & Café ini, tidak dituangkan dalam kontrak karena didasarkan saling percaya saja. Pada sekitar Oktober 2016, Ulum menghubungi Lina Nurhasanah meminta uang sejumlah Rp 2 miliar untuk membayar renovasi tersebut. Lina sempat menolak permintaan itu. Namun, Ulum tetap mendesaknya.

Atas permintaan tersebut, sekitar Juli 2019, tim dari Kantor Budipradono Architects melakukan cek lokasi yang rencananya akan dibangun asrama untuk santri, pendopo dan lapangan bulu tangkis, sesuai permintaan Shobibah Rohmah. Biaya jasa desain arsitektur awal (preliminary) yang telah dikerjakan sebesar Rp 285.268.200 dari biaya jasa desain arsitektur keseluruhan sejumlah Rp 815.052.000. Untuk pembayarannya, juga diambil dari uang Rp 2 miliar yang berasal dari dana akomodasi atlet pada Satlak Prima.

In Picture: Sidang Lanjutan Imam Nahrawi di Pengadilan Tipikor

photo
Terdakwa kasus dugaan suap terkait pengurusan proposal dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia ( KONI) dan gratifikasi, Imam Nahrawi menyimak keterangan saksi saat sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (4/3). - (Republika/Putra M. Akbar)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement