REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, mengimbau kepala desa untuk tidak lagi gamang dalam mengelola penggunaan Anggaran Dana Desa (ADD) selama mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku.Sesuai perintah Presiden Jokowi, Mendagri menyampaikan arahan kepada para Pemerintah Daerah dan Kepala Desa untuk segera membelanjakan dana transfer dari pusat ke daerah agar terjadi perputaran roda perekonomian.
Dikatakan Mendagri, pihaknya telah berkoordinasi dengan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dengan Aparat Penegak Hukum (APH) agar tidak represif terhadap administrasi pengelolaan Anggaran Dana Desa. Hal itu penting dilakukan karena ia meyakini ada sejumlah kepala desa yang mungkin belum paham teknis administrasi pemerintahan.
“Menurut data yang kita miliki, 60 persen Kepala Desa, dengan segala hormat, tidak lulus SLTA. Jika ditemukan kesalahan administrasi dalam pengelolaan dana desa jangan langsung dikenakan tindakan hukum,” ungkap Mendagri dalam Rapat Kerja (Raker) Percepatan Penyaluran dan Pengelolaan Dana Desa Tahun 2020 Tingkat Provinsi Jawa Barat di Sentul International Convention Centre (SICC), Bogor, Senin (2/3).
Mendagri Tito menegaskan, pihaknya akan membantu kades yang melakukan kesalahan admistrasi, kecuali jika memang diketahui mereka secara sengaja melakukan penyimpangan dana desa untuk kepentingan pribadi. “Tapi kalau nyata-nyata, masyarakat pun mengeluhkan misalnya mengatakan kami nggak menikmati apa-apa yang kami perhatikan hanyak kepala desa dan lurah, itu baru turun dana desa, kepala desa sudah beli rumah baru, mobil baru, istri baru. Ini Pak Kapolres, Pak Jaksa pukul, sikat,” ujar Mendagri.
Jadi keinginan Bapak Presiden Jokowi untuk mentransfer dan membelanjakan secepatnya itu, lanjut Mendagri, bertujuan agar daya tahan ekonomi rakyat desa kuat di tengah tekanan ekonomi dunia akibat virus Corona dan segala macam.
“Di Kabupaten/Kota ada APIP. Mendagri tidak memiliki banyak tangan yang bisa menyentuh seluruh desa di Indonesia. Yang bisa menyentuh itu adalah Camat, APIP dari Kabupaten dan Provinsi. Mereka punya lembaga yang memang ditunjuk khusus untuk jaringan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP),” ujar Mendagri.
Kemudian, sambung dia, ada Aparat Penegak Hukum (APH) yang bertugas untuk melakukan investigasi, penyelidikan, penyidikan sampai ke proses pengadilan, proses penegakan hukum kalau terjadi pelanggaran hukum. APIP dan APH tersebut diharapkan Mendagri tidak ditujukan untuk melindungi tindakan kejahatan ataupun membatasi APH dalam penegakan hukum.
Pendekatannya adalah mengedepankan hukum administrasi sehingga penanganan pidana merupakan ultimum remedium atau upaya akhir dalam penanganan suatu permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Menurut Mendagri, selama ini cukup banyak Kades ketakutan menggunakan dana desa karena "dihantui" jika terjadi kesalahan bisa berurusan dengan hukum. "Jangan sampai terjadi kades ketakutan memanfaatkan dana desa yang dialokasikan untuk membangun desa, jika kades telah menggunakan dana desa sesuai dengan peruntukannya tidak akan diproses hukum," kata Mendagri Tito.
Uang sekitar Rp 1 miliar yang telah disiapkan dalam alokasi dana desa (ADD) tidak beredar karena kades takut menggunakannya bisa menghambat program pembangun desa dan stagnan mengendap di satu bank. Untuk mencegah terjadinya kesalahan pengelolaan dana desa, Kades diminta untuk meningkatkan kemampuan manajerial dan administrasi keuangan.
Peningkatan pengetahuan dan kemampuan itu bisa dilakukan Kades secara mandiri dan dukungan Pemerintah Kabupaten dengan memfasilitasi Kades mengikuti pelatihan kepemimpinan dan adminitrasi keuangan, kata Mendagri.