Kamis 27 Feb 2020 20:41 WIB

Tersangka Susur Sungai Tolak Tawaran Penangguhan Penahanan

Tiga tersangka susur sungai tolak penangguhan penahanan yang ditawarkan PB PGRI.

Tersangka Kasus Susur Sungai. Wakapolres Sleman Akbar Bantilan memimpin gelar perkara kasus musibah susur Sungai Sempor di Polres Sleman, Yogyakarta, Selasa (25/2).
Foto: Wihdan Hidayat/ Republika
Tersangka Kasus Susur Sungai. Wakapolres Sleman Akbar Bantilan memimpin gelar perkara kasus musibah susur Sungai Sempor di Polres Sleman, Yogyakarta, Selasa (25/2).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Tiga tersangka kasus susur sungai yang juga pembina pramuka SMPN 1 Turi, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta menolak upaya penangguhan penahanan yang ditawarkan oleh Pengurus Besar (PB) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Hal itu disampaikan Ketua PB PGRI Unifah Rosyidi seusai menemui tiga tersangka IYA (36), R (58), dan DDS (58) di Polres Sleman, Kamis (27/2), didampingi sejumlah pengurus lainnya.

"Kami tidak usah penangguhan sebagai rasa empati kami kepada keluarga korban," kata Unifah menirukan ucapan para tersangka saat merespons tawaran upaya penangguhan penahanan itu.

Menurut dia, PB PGRI sebagai organisasi yang menaungi guru seluruh Indonesia merasa perlu memberikan perlindungan dan hak anggotanya termasuk upaya penangguhan penahanan.

Namun demikian, menurut dia, di hadapan para pengurus PB PGRI, para tersangka mengutarakan penyesalan mendalam dan tidak pernah membayangkan kegiatan pramuka berupa susur sungai itu harus berujung tewasnya 10 siswa yang mereka ampu.

"Mereka mengatakan biarlah kami menebus dosa sebagai rasa tanggung jawab kami kepada keluarga. Itulah sikap ksatria yang jarang dimiliki, itulah guru sejati," kata Unifah.

Ketua Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) PB PGRI Ahmad Wahyudi sebelumnya menjelaskan bawa upaya penangguhan itu mempertimbangkan bahwa apa yang dilakukan para tersangka dalam rangka menjalankan tugas resmi yang tertuang dalam rencana kerja sekolah (RKS).

"Kemudian dalam proses kegiatannya lalu dianggap ada kealpaan dan seterusnya itu kan nanti kita bisa buktikan dalam proses persidangan," kata dia.

Selanjutnya, kata Wahyudi, upaya penangguhan itu juga mempertimbangkan aspek psikologi anak dan istri tersangka, serta psikologi para guru secara nasional. "Dengan penangguhan kita ingin menetralisir agar tidak ada ketraumaan dalam melakukan proses pelatihan mental di luar sekolah. Ini kan pelatihan mental di luar jam kelas. Jangan sampai guru punya trauma itu," kata Wahyudi.

Namun demikian, mempertimbangkan keputusan para tersangka yang menolak tawaran itu, PB PGRI batal mengajukan penangguhan penahanan kepada Polres Sleman. "Penangguhan tidak jadi karena kami membawa rasa haknya mereka," kata Unifah Rosyidi menegaskan.

Seperti diwartakan, Polisi telah menetapkan tiga pembina pramuka yakni IYA (36), R (58), dan DDS (58) sebagai tersangka terkait kasus kegiatan susur sungai siswa/siswi SMPN 1 Turi, Sleman, DIY, yang telah menewaskan 10 pelajar pada Jumat (21/2).

Selain sebagai pembina pramuka, IYA merupakan guru olahraga dan R adalah guru kesenian di SMPN 1 Turi, Sleman.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement