Rabu 26 Feb 2020 23:42 WIB

FPKB: Omnibus Law Cipta Kerja Akselerasikan Atasi Kemiskinan

Fraksi PKB DPR RI mendukung penuh RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

Fraksi PKB DPR RI mendukung penuh RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Upah buruh dan pekerja. ilustrasi
Fraksi PKB DPR RI mendukung penuh RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Upah buruh dan pekerja. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa FKB DPR RI mendukung penuh pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja. 

Sekretaris Fraksi PKB DPR RI, Fathan Subchi, menilai RUU Cipta Kerja merupakan solusi menciptakan lapangan kerja baru sehingga mempercepat penurunan angka kemiskinan di Tanah Air.     

Baca Juga

 “Kami mendukung RUU Cipta Kerja karena Indonesia membutuhkan deregulasi ekonomi besar-besaran agar memudahkan proses investasi sehingga pertumbuhan ekonomi kita bisa meningkat dan membuka banyak lapangan kerja baru,” ujar Fathan kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/2).

Sosok yang juga wakil ketua Komisi XI itu mengatakan  dalam lima tahun terakhir pertumbuhan ekonomi relatif stagnan di angka 5 persen. Meskipun tingkat pertumbuhan tersebut membuat kondisi ekonomi dalam negeri relatif stabil namun tidak mampu memberikan peluang besar bagi terjadinya lompatan ekonomi. 

“Salah satu analisa menyebutkan stagnasi pertumbuhan ekonomi tersebut karena minimnya investasi jangka Panjang yang masuk ke Indonesia. Sebagian besar pemodal adalah mereka yang ingin investasi dalam jangka pendek sehingga tidak berdampak pada terciptanya soliditas industrialisasi dalam negeri,” jelasnya. 

Fathan mengungkapkan para investor pasti akan berpikir dua kali jika ingin menanamkan modal dalam jangka Panjang di Indonesia. 

Menurutnya hal itu wajar mengingat berbagai indikator daya saing Indonesia tidak terlalu mengembirakan. Dia mencontohkan prosedur perizinan di Indonesia yang masih berbelit-belit. 

Panjangnya birokrasi perizinan ini membuat terbukanya peluang terjadinya rente sehingga investor akan mengeluarkan biaya investasi dua kali lipat jika dibandingkan harus membuka usaha di negara lain. 

Selain persoalan izin, Indonesia juga masih bermasalah dengan mahalnya biaya memulai usaha, tingkat Pendidikan pekerja yang rendah, pasar tenaga kerja yang tidak kondusif, dan rendahnya tingkat inovasi.

“Rendahnya indikator daya saing usaha ini diketahui secara luas oleh dunia karena world economic forum (WEF) mencatat daya saing kita hanya berada di peringkat 50 dari 141 negara,” katanya. 

Kondisi tersebut, lanjut Fathan, telah diakui secara langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa jika salah satu persoalan mendasar dalam upaya menarik investasi langsung dari luar negeri (direct Investment foreign) adalah ruwetnya birokrasi di Tanah Air. 

Maka dibutuhkan RUU Cipta Kerja karena jika direvisi satu per satu maka dibutuhkan waktu sedikitnya 50 tahun untuk menuntaskannya. 

“Saat ini pertumbuhan ekonomi kita terancam dengan resesi dunia akibat perang dagang dan merebakanya virus Corona Wuhan 2019. Maka salah satu cara agar Indonesia tetap dilirik oleh investor adalah meningkatkan daya saing usaha melalui RUU Cipta Kerja,” tutur dia.

Kendati demikian, Fathan tetap mempersilakan pihak-pihak yang keberatan atas pasal-pasal dalam RUU Cipta Kerja menyuarakan aspirasinya. Menurutnya para wakil rakyat pasti akan membahas keberatan-keberatan dalam forum-forum rapat alat kelengkapan dewan. 

“Ya silakan saja kalau yang keberatan sampaikan aspirasi ke DPR. Saya yakin jika rasional dan memberatkan rakyat, para legislator tidak akan segan mengubah substansi RUU Cipta Kerja,” kata dia. 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement