Rabu 26 Feb 2020 02:06 WIB

Kiara: Omnibus Law Cipta Kerja Rugikan Nelayan Indonesia

Kiara menyebut Omnibus Law RUU Cipta Kerja menimbulkan keresahan di kalangan nelayan.

Nelayan (ilustrasi)
Foto: ANTARA
Nelayan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyebut Omnibus Law RUU Cipta Kerja merugikan dan menimbulkan keresahan di kalangan nelayan Indonesia. Beleid RUU Cipta Kerja saat ini sudah di tangan DPR untuk dibahas bersama pemerintah.

 

Baca Juga

"Pada konteks perikanan, Omnibus Law tidak melibatkan masyarakat, tidak menjelaskan tentang kesejahteraan, kedaulatan, bahkan kemakmuran masyarakat sehingga apakah masih dibutuhkan untuk pekerja perikanan?" kata Sekretaris Jenderal Kiara Susan Herawati pada Seminar Nasional Perlindungan Pekerja Perikanan dan Tantangannya Dalam Omnibus Law di Gedung V Universitas Semarang, Selasa (25/2).

Menurut dia, Omnibus Law RUU Cipta Kerja hanya untuk kepentingan investasi dalam skala besar. Omnibus Law dinilai Kiara seperti menjadi karpet merah bagi kapal asing untuk mengambil sumber daya perikanan di perairan Indonesia.

"Mereka dipaksa untuk mengurus perizinan tangkap di mana para nelayan Indonesia 90 persen merupakan nelayan tradisional dan kecil yang selalu menggunakan alat ramah lingkungan. Mereka menyamaratakan antara nelayan kecil, tradisional, besar, dan para investor," ujarnya.

Dirinya menyayangkan Indonesia belum melakukan ratifikasi Konvensi ILO-188 yang dapat digunakan sebagai payung hukum untuk melindungi para nelayan. "Sudah dari dua tahun yang lalu hanya masih rencana saja, padahal Thailand sudah melakukan notifikasi, kita tidak membutuhkan Omnibus Law, bukan untuk investor yang besar-besaran, kita butuh negara untuk hadir," katanya.

Direktur Plan International Indonesia Nono Sumarsono yang juga hadir sebagai pembicara mengatakan bahwa nelayan merupakan profesi atau pekerjaan menangkap ikan yang berbahaya, dengan tingkat terjadinya insiden cedera dan kematian akibat kecelakaan kerja, cukup tinggi. Para awak kapal, kata dia, juga rentan terhadap eksploitasi kerja bahkan perdagangan manusia secara terus menerus, bahkan informasi pekerjaan pun tidak jelas sejak proses perekrutan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement