REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah belum merampungkan pembahasan tentang kelanjutan pembelian pesawat tempur buatan Rusia, Sukhoi Si-35. Sentimen pun bermunculan, termasuk anggapan bahwa ada tekanan dari Amerika Serikat kepada Indonesia agar rencana pembelian ini urung dilakukan.
Kepala Staf Presiden, Moeldoko, menjelaskan bahwa hingga saat ini memang ada sejumlah faktor yang menjadi bahan pertimbangan pemerintah dalam melanjutkan rencana pembelian Sukhoi. Kesepakatan pembelian, ujar Moeldoko, tak sekadar bussiness to bussiness namun juga aspek lainnya.
"Tapi ada faktor-faktor lain kan banyak," ujar Moeldoko di kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (25/2).
Kelanjutan rencana pembelian Sukhoi Su-35 kembali mengemuka saat kunjungan Prabowo di Moskow, Rusia, di antaranya Menhan Rusia Sergei Shoigu, akhir Januari lalu.
Rencana pemerintah membeli sebenarnya sudah sejak beberapa tahun lalu, tepatnya saat Presiden RI Joko Widodo bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, pada 2016.
Menyusul krisis bersenjata di Krimea pada 1994, AS memang mengeluarkan sanksi perdagangan internasional atas produk-produk militer dan sistem kesenjataan buatan Rusia. Sanksi yang dikeluarkan pada 2016 itu juga berlaku pada individu Rusia dan Ukraina yang terlibat dalam aneksasi Semenanjung Krimea oleh Rusia itu.
Sanksi itu dikenal sebagai Countering America's Adversaries Through Sanctions Act alias CATSA. Sanksi itu berimbas serius pada Indonesia yang sejak awal 2015 berencana akan membeli Sukhoi Su-35 Super Flanker sebagai calon pengganti F-5E/F Tiger II di Skuadron Udara 14 TNI AU.
Indonesia dan Rusia telah menandatangani pengadaan 11 unit Su-35 dari Rusia senilai Rp 1,14 triliun. Hal yang juga sangat mengait pada kontrak pembelian itu adalah pemberlakuan pasal-pasal dalam UU Nomor 16/2012 tentang Industri Pertahanan Nasional.
Di antaranya adalah mewajibkan imbal beli hingga 50 persen nilai kontrak, alih teknologi-alih pengetahuan, off set dalam nilai dan jumlah yang bertingkat-berjenjang, pelibatan industri dalam negeri, dan lain-lain.