REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri menegaskan tidak menutup kemungkinan penyidik KPK memanggil paksa Tin Zuraida, istri mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi. Sedianya, pada Senin (24/2), Tin Zuraida akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Staf Ahli Bidang Politik dan Hukum Kemenpan RB, namun istri Nurhadi itu kembali tak penuhi panggilan KPK.
Ini adalah kali kedua KPK memanggil Tin. Sebelumnya, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Tin pada Selasa (11/2) untuk dimintai keterangan seputar kasus dugaan suap dan gratifikasi penanganan perkara di MA yang juga menjerat suaminya.
"Ini panggilan yang kedua, otomatis yang berikutnya nanti penyidik akan melakukan tindakan lain sesuai dengan ketentuan di hukum acara," kata Ali di Gedung KPK Jakarta, Senin (24/2).
"Kami tetap berharap agar saksi ini tetap kooperatif ya kami menunggu tetap kehadiran dari para saksi sebelum penyidik bertindak sesuai dengan hukum acara yang berlaku," ujarnya.
Ali juga menegaskan, tim penyidik KPK sudah mengirimkan surat secara patut kepada para saksi. "Perlu kami garis bawahi surat panggilan kepada para saksi telah kami layangkan secara patut dan semua dokumentasinya penyidik telah memilikinya," tegas Ali.
Selain Tin Zuraida, KPK juga memanggil anak Nurhadi bernama Rizqi Aulia Rahmi, Istri Hiendra, Lusi Indriati dan dua karyawan swasta atas nama Andi Darma dan Ferdy Ardian. Rizqi dan Lusi dipanggil sebagai saksi untuk Hiendra, sedangkan Andi dan Ferdy jadi saksi untuk Nurhadi.
Dalam perkara mafia kasus ini, KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Ketiganya ialah eks Sekretaris MA Nurhadi, menantu Nurhadi, Rezky Herbiyanto, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
Tercatat ada tiga perkara sumber suap dan gratifikasi Nurhadi, pertama perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, kedua sengketa saham di PT MIT, dan ketiga gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.
Dalam perkara suap, Nurhadi diduga menerima suap Rp 33,1 miliar dari Hiendra melalui menantunya Rezky. Suap itu diduga untuk memenangkan Hiendra dalam perkara perdata kepemilikan saham PT MIT. Nurhadi melalui Rezky juga diduga menerima janji 9 lembar cek dari Hiendra dalam perkara Peninjauan Kembali (PK) di MA.
Sementara dalam kasus gratifikasi, Nurhadi diduga menerima Rp 12,9 miliar selama kurun waktu Oktober 2014 sampai Agustus 2016. Uang itu untuk pengurusan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA serta Permohonan Perwalian.
Nurhadi dan Rezky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian Hiendra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.