Jumat 21 Feb 2020 01:47 WIB

Ini Alasan Kejakgung Blokir 800 Rekening Saham

Kejakgung sebut rekening saham terblokir terafiliasi dengan tersangka Jiwasraya.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Bayu Hermawan
Bola panas Jiwasraya
Foto: Republika
Bola panas Jiwasraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) menduga 800 rekening saham yang diblokir dalam penyidikan skandal PT Asuransi Jiwasraya terkait dengan peran afiliasi. Direktur Penyidikan Direktorat Tindak Pidana Khusus (Dir Pidsus) Kejakgung Febrie Adriansyah menerangkan, ratusan akun efek tersebut diduga ikut terlibat dalam aksi goreng-menggoreng saham enam emiten bermasalah untuk dijual ke Jiwasraya.

Febrie menerangkan, dari hampir seribu rekening saham tersebut, milik dari sekira 212 SID atau Single Investor Identification. Adapun  enam emiten bermasalah yang dimaksud, yakni MYRX, SMRU, TRAM, LJGP, REMO, dan IIKP. Enam emiten tersebut, ungkap Febrie erat kaitannya dengan dua tersangka Benny Tjokrosaputro, dan Heru Hidayat.

Baca Juga

"Yang jelas, memang kita menganggap rekening-rekening itu sebagai afiliasi," ujar Febrie di Gedung Pidsus, Kejakgung, Jakarta, Kamis (20/2).

Febrie menambahkan, afiliasi tersebut, pun terdiri dari banyak nomine, atau nama-nama yang diduga fiktif, dalam goreng-menggoreng saham. Febrie pun menerangkan, dalam goreng-menggoreng saham itu, penyidik temukan jutaan transaksi yang terjadi rentang periode satu dekade, 2008 sampai 2018. Rentetan transaksi tersebut, yang penyidik dalami. Termasuk, kata dia, dengan melakukan blokir terhadap para pemilik akun saham tersebut.

"Alasan pemblokiran itu, karena memang kita yakini, ada keterkaitan dengan transaksi di enam saham itu ketika 'goreng-menggoreng'," kata Febrie.

Pemblokiran tersebut, pun sebetulnya, kata Febrie bukan karena penyidikan di Kejakgung. Melainkan, juga atas hasil audit dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang membantu penyidikan skandal Jiwasraya. Terkait enam emiten tersebut, terang Febrie, aksi goreng-menggoreng pasar itu, membawa pengalihan dana asuransi Jiwasraya ke dalam investasi saham. Namun investasi tersebut, kata Febrie, membuat Jiwasraya bangkrut. Itu ditandai pada 2018, ketika perusahaan asuransi milik negara itu, mengalami gagal bayar senilai Rp 13,7 triliun.

Gagal bayar senilai Rp 13,7 triliun itu, Kejakgung anggap sebagai potensi kerugian negara. Belakangan, hasil penyidikan di Kejakgung, terang Febrie, jumah tersebut bertambah menjadi Rp 17 triliun. Tapi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), baru akan merampungkan audit investasi kerugian negara dari kasus Jiwasraya, Februari ini. Namun dalam audit investigasi pendahuluan oleh BPK, memang disebutkan banyak penyimpangan pengelolaan Jiwasraya, yang membuat BUMN asuransi itu mengalami defisit keuangan mencapai Rp 27,2 triliun.

Terkait soal rekening saham yang diblokir Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiyono menerangkan, sebetulnya penyidikan Jiwasraya, memberikan kesempatan untuk melakukan klarifikasi terhadap pemilik akun. Klarifikasi, kata dia, sebetulnya semacam pembuktian terbalik dari para pemilik rekening saham untuk membuktikan diri tak terlibat dalam apa yang dituduhkan penyidik.

Hari menambahkan, jika hasil klarifikasi penyidik tak menemukan adanya keterlibatan, rekening saham akan dipulihkan. "Tentunya hasil dari klarifikasi jika tidak enggak ada (kaitan dengan kasus Jiwasraya), tentu rekening yang terblokir akan dipulihkan (dibuka kembali)," jelas Hari.

 Kejakgung, kata Hari, memberikan batas waktu bagi para pemilik rekening saham yang diblokir, melakukan klarifikasi sampai Jumat (21/2).  Sampai Kamis (20/2), dari ratusan pemilik rekening saham yang diblokir, baru sekitar 40-an nama yang mendatangi Kejakgung, untuk melakukan klarifikasi.

 

Sementara, proses penyidikan Jiwasraya, selain telah menetapkan Benny dan Heru sebagai tersangka, Kejakgung juga sudah menetapkan empat tersangka lain. Yakni, Joko Hartono Tirto, Hendrisman Rahim, Harry Prasetyo, dan Syahmirwan. Keenamnya kini ditahan lantaran terjerat tuduhan Pasal 2 ayat (1), dan Pasal 3 UU Tipikor 20/2001, dan Pasal 3,4, atau 5 UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) 8/2010.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement