Jumat 21 Feb 2020 00:28 WIB

Cerita Warga di Bantaran Kali Ciliwung Manggarai

Warga bantaran Ciliwung di Manggarai siap jika direlokasi bila ada normalisasi.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Yudha Manggala P Putra
Kondisi pemukiman padat penduduk di kawasan aliran Kali Ciliwung, Manggarai, Jakarta, Selasa (18/2).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Kondisi pemukiman padat penduduk di kawasan aliran Kali Ciliwung, Manggarai, Jakarta, Selasa (18/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Bantaran Kali Ciliwung yang tidak jauh dari Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan terlihat padat dengan banyaknya bangunan yang terbuat dari kayu-kayu dan seng. Rumah semipermanen itu dihuni ratusan warga yang sebagian besar perantau dari luar DKI Jakarta.

Salah satunya Nurmayanti. Perempuan asal Pekalongan, Jawa Tengah ini mengaku sudah bermukim di wilayah tersebut sekitar 10 tahun. Ia merantau ke Ibu Kota dengan harapan dapat menggantungkan hidup yang lebih baik. Di rumah yang sebagian besar terbuat dari kayu dan triplek itu, ia tinggal bersama suami dan seorang buah hati hasil pernikahan enam tahun.

Tempatnya bernaung itu berukuran 4x4 meter dan memiliki bentuk seperti rumah panggung. Di dalam ruangan yang cukup lapang itu terdapat sebuah kasur yang digunakan beristirahat melepas lelah bersama keluarganya. Tidak ada sofa maupun meja makan di ruangan itu. Hanya sebuah kipas angin dan lemari baju kecil terbuat dari plastik.

Sudut kanan ruangannya ia tata menjadi sebuah dapur kecil. Terlihat sebuah kompor dua tungku dan rak piring tertata cukup rapi. Di sebelah rak itu, ada sebuah ember plastik tempat meletakan peralatan makan maupun memasak yang masih kotor setelah digunakan.

“Biasanya kalau mau cuci piring atau baju gitu dibawa ke bawah. Soalnya di atas sini enggak ada tempat nyuci,” kata perempuan yang akrab disapa Nurma ini.

Nurma menuturkan, untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya sehari-hari, ia menggunakan air pompa. Sementara itu, untuk mandi maupun buang air, dia bersama warga lainnya menggunakan kamar mandi umum yang terdapat di lingkungan tempat ia tinggal. Ada dua kamar mandi umum yang dapat digunakan secara bergantian oleh sekitar 15 hingga 20 orang.

Sehari-hari, Nurma berjualan gorengan di depan gang rumahnya. Sementara sang suami bekerja seebagai pengemudi ojek daring (online). Nurma bercerita, saat hujan terus-menerus mengguyur Jakarta, lingkungannya akan terendam banjir.

Dia mengungkapkan, saat awal tahun 2020 DKI Jakarta terendam banjir, wilayah tempat dia tinggal pun turut merasakan hal yang sama. Namun, beruntung posisi rumahnya yang berada di lantai dua, perabotan rumah tangganya tidak ada yang rusak ataupun terendam banjir. “Waktu itu banjirnya hampir satu meter,” ungkap Nurma.

Meski menjadi langganan banjir Nurma memilih bertahan di sana. Keluarganya tidak pernah mengungsi saat banjir mulai merendam pemukimannya. Sebab, ia merasa aman karena letak rumahnya yang cukup tinggi.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki rencana menormalisasi bantaran Kali Ciliwung agar dapat menghindari banjir ketika curah hujan meningkat. Salah satunya adalah wilayah tempat Nurma bermukim saat ini. Perempuan berusia 34 tahun itu mengaku siap dan menerima jika sewaktu-waktu rencana itu dilakukan dan membuat dirinya harus pindah atau direlokasi.

Menurut Nurma, tidak masalah jika pemerintah sudah menyiapkan tempat khusus bagi warga yang tergusur akibat adanya normalisasi tersebut. Namun, dia menilai, tempat relokasi itu harus berada di wilayah yang lebih baik dan dapat mendukung dirinya untuk berjualan.

“Di mana saja lokasinya enggak masalah, yang penting akses ke sana kemarinya mudah dan saya tetap bisa jualan,” tutur Nurma.

Hal serupa juga disampaikan oleh Daus Manca. Pekerja konveksi di bantaran Kali Ciliwung, Manggarai, Jakarta Selatan ini mengaku siap jika harus diminta untuk pindah ke tempat lain karena adanya normalisasi kali. “Tapi kalau harus pindah, saya belum tahu juga mau ke mana,” ucap laki-laki asli Betawi itu.

Namun, sambung Daus, apabila pemerintah telah menyiapkan tempat baru bagi para warga yang tergusur, ia berharap agar tempat itu tidak terkena banjir. Sebab, Daus bercerita, saat banjir awal bulan Januari 2020 lalu, ia terpaksa kehilangan satu mesin produksi konveksinya karena rusak terendam banjir.

Di sisi lain, Wali Kota Jakarta Selatan Marullah mengatakan, pihaknya mendukung kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan untuk menormalisasi bantaran Kali Ciliwung. Marullah menyebut, dalam kebijakan itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dalam hal ini, Dinas Sumber Daya Air (SDA), memiliki tugas terkait pembebasan lahan-lahan yang ada di bantaran Kali Ciliwung.

Dia mengungkapkan, ada beberapa wilayah yang sudah ada penunjukan lokasi (penlok). Untuk wilayah Jakarta Selatan, jelas Marullah, mulai dari Tanjung Barat, Pejaten Timur, Rawa Jati, Pengadegan, sedikit di Kebon Baru, Manggarai dekat pintu air. “Cuma detailnya saya enggak punya, detailnya di teman-teman Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta,” ujar dia.

Sementara itu, keterlibatan Pemerintah Kota Jakarta Selatan dalam kebijakan itu adalah menyelamatkan warga secara darurat. Misalnya, dalam kondisi air Kali Ciliwung meluap. “Kita sih membantu saja mereka mengukur trasenya, penloknya gitu ya sudah ada tinggal trase ukur, kita fasilitasi. Lurah sama camat kita biasa ikut,” imbuhnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement