Kamis 20 Feb 2020 15:32 WIB

Buruh Merasa Jadi Alas Karpet Merah Jokowi untuk Investor

Buruh pendukung Jokowi merencanakan demo besar menolak Omnibus Law Cipta Kerja.

Ratusan buruh yang tergabung dalam konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia menggelar aksi di kawasan Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (13/2).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Ratusan buruh yang tergabung dalam konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia menggelar aksi di kawasan Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (13/2).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ali Mansur, Arif Satrio Nugroho, Adinda Pryanka, Fauziah Mursid

Protes buruh terhadap Omnibus Law RUU Cipta Kerja terus bergulir. Omnibus Law yang disusun demi menarik sebanyak-banyaknya investasi di Indonesia, dinilai akan membuat buruh menderita berkepanjangan.

Baca Juga

"Ketika Jokowi memberikan karpet merah ke investor tapi alas kakinya adalah buruh, itu kan sangat tidak adil," ujar Presiden Konfenderasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban di Kantor KSBSI, Jakarta Timur, Rabu (19/2).

Elly menilai, Omnibus Law Cipta Kerja akan mendegradasikan kesejahteraan para buruh. Ia mencontohkan, jumlah pesangon yang akan diterima buruh akan jauh berkurang jika RUU Cipta Kerja disahkan DPR.

Elly melanjutkan, para buruh juga tidak memiliki kepastian kerja hingga 20 tahun bahkan lebih. Salah satunya disebabkan oleh perluasan makna dan fungsi outsourcing yang masa kerjanya tidak dibatasi.

"Kalau saya mau ya biarkan dan terus dukung pemerintah. Tapi saya kan tidak ingin tinggal diam, bagaimana nasib anak cucu kita, kalau saya sudah 50 tahun sudah tidak bisa jadi buruh lagi. Kami memperjuangkan demi kepentingan dan kesejahteraan," tutur Elly.

Elly mengakui, jika KSBSI memang pendukung dan relawan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada saat pemilihan presiden (pilpres). Tetapi, Elly menegaskan, jika ada kebijakan yang tidak proburuh maka KSBSI tidak akan tinggal diam.

Ribuan buruh yang tergabung dalam wadah KSBSI pun siap melakukan aksi besar-besaran dan puncaknya pada tanggal 11 Maret 2020. Aksi tersebut dilakukan sebagai penolakan atas draf Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

"Kalau tetap disahkan tanpa ada melibatkan kami buruh, berarti pemerintah mendukung chaos. Harusnya kalau kita semua turun ke jalan mbokyo pemerintah mendengar enggak usah ngotot," kata Elly .

Sekjen KSBSI Dedi Hardianto menilai sistem outsourcing yang masuk di RUU Omnibus Law Cipta Kerja merupakan perbudakan di era digitalisasi. Karena menurutnya, outsourcing membuat hubungan kerja tidak ada.

Kemudian, ada pengaturan bekerja menggunakan satuan waktu. Artinya, jika tetap diundangkan akan membuat orang semakin miskin meski bekerja.

"Buruh akan terjerembap ke jurang kemiskinan. Terus juga akan membuat tidak ada kenyamanan dan kebebasan berekreasi untuk para buruh ketika bekerja. Parahnya lagi sistem outsourcing bisa berpuluh tahun," terang Dedi.

Menurut Dedi, KSBSI akan menyuarakan penolakan Omnibus Law Cipta Kerja di 15 provinsi 34 kabupaten/kota pada 2 Maret dan 11 Maret dalam bentuk aksi-aksi. Pihaknya juga meminta agar para awak media turut menyampaikan ke pemerintah bahwa KBSI melakukan perlawanan terhadap kebijakan yang tidak berpihak kepada buruh.

"Tanggal 2 dan 11 Maret kami akan ditempatkan di DPR RI. Lalu 11 Maret kami aksi nasional, teman-teman di daerah untuk main di DPRD tingkat 1 DPRD tingkat 2 di masing-masing wilayah di mana kami ada ada struktur Korwil di setiap provinsi itu,"  terang Dedi.

[video] Apa itu Omnibus Law?

Saat draf Omnibus Law RUU Cipta Kerja diserahkan pemerintah kepada DPR pada Rabu (12/2), ribuan buruh dan pekerja yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) menggelar unjuk rasa di depan Kompleks DPR/MPR RI Jalan Gatot Subroto, Jakarta. Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea saat itu kemudian diterima untuk menemui Wakil Ketua DPR RI Rahmat Gobel dan Pimpinan dan Anggota Komisi IX (Ketenagakerjaan).

Di hadapan Gobel dan Komisi IX, Andi Gani menyampaikan adanya keanehan dari penyusunan Omnibus Law ini. Menurut dia, selama ini buruh tidak mengetahui seperti apa proses pembuatan RUU Cipta Kerja di lingkungan pemerintah.

Keanehan ini, kata Andi, ditandai dari KSPSI yang tidak pernah mendapatkan draf. Padahal, KSPSI menjadi organisasi buruh dalam pemilu.

"Karena dari awal seperti ada yang disembunyikan, seluruh konfederasi buruh bertanya kepada saya, 'Anda konfederasi buruh pendukung presiden kok enggak punya draf? akhirnya bertanya-tanya ada apa dengan rancangan ini?" kata Andi Gani.

"Yang paling sedih buat kami, ketika KSPSI sebagai pendukung presiden turun ke jalan ini ada sesyatu yang salah. Kerena kami juga bingung ini peraturannya mau di mana dan untuk siapa," ujarnya melanjutkan.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono memastikan, pemerintah sudah melibatkan pihak buruh dalam penyusunan draf Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Termasuk melalui pertemuan antara enam konfederasi buruh dengan pemerintah di Gedung Kemenko Perekonomian, pada pekan kedua Januari 2020. 

Susiwijono mengatakan, konteks keterlibatan itu adalah pemerintah meminta masukan kepada pihak baru untuk internal pemerintah dalam menyusun draf Omnibus Law RUU Cipta Kerja. "Konteksnya, bangun pemahaman. Kalau sosialisasi memang belum ada," ucapnya di kantornya, Jakarta, Senin (20/1).

Susiwijono menuturkan, sosialisasi belum dilakukan karena pemerintah sendiri baru menyelesaikan draf Omnibus Law RUU Cipta Kerja bersama naskah akademisnya pada Ahad (19/1) malam. Artinya, pemerintah masih perlu menyelaraskan regulasi dan segala perdebatan di tingkat internal, sehingga belum dapat diumumkan secara terbuka.

"Kita akan undang semua stakeholder, itu semua sudah dipikirin," ujar Susiwijono.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah memastikan Omnibus Law RUU Cipta Kerja akan memperkuat perlindungan bagi pekerja atau buruh. Meskipun, kata Ida, tujuan dirancangnya UU tersebut untuk menciptakan lapangan kerja melalui pengembangan investasi

"Di dada kami ada buruh. Kita fokus pada penciptaan lapangan pekerjaan dan peningkatan pelindungan serta kesejahteraan pekerja dalam Omnibus Law," ujar Ida dalam keterangan yang diterima wartawan, Jumat (10/1).

In Picture: Aksi Buruh Tolak Omnibus Law

photo
Sejumlah massa buruh melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (12/2).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement