Kamis 20 Feb 2020 15:29 WIB

Pemerintah Kaji KUR Pengantin Cegah Rumah Tangga Miskin

Menko PMK Muhadjir Effendy mengaku sedang mengkaji program KUR Pengantin

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Menteri PMK Muhadjir Effendy mengaku sedang mengkaji program KUR Pengantin. Ilustrasi.
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Menteri PMK Muhadjir Effendy mengaku sedang mengkaji program KUR Pengantin. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mengaku sedang mengkaji program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pengantin. KUR ini menyasar pasangan baru yang ingin bekerja mandiri.

"Bapak Presiden dalam rapat kabinet sudah menyinggung kalau bisa ada KUR Pengantin. Jadi calon pengantin yang sudah punya keterampilan dan ingin bekerja sebagai pekerja mandiri kemudian butuh modal harus diberi akses. Itu cara kita menghindari jangan sampai terlalu banyak muncul rumah tangga miskin baru," kata Muhadjir di lingkungan istana kepresidenan Jakarta, Kamis (20/2).

Baca Juga

Sebelumnya Muhadjir menyatakan mengenai penyempurnaan sertifikasi perkawinan. Sertifikasi ini untuk memastikan setiap calon pasangan pengantin muda sudah dibekali pengetahuan dan pemahaman yang cukup sebelum menikah.

Menurutnya sekarang sedang digodok antarkementerian pembekalan pranikah. Muhadjir menegaskan tidak ada yang namanya lulus tidak lulus.

"Kemudian waktunya tidak lama, tidak tiga bulan, tidak ada namanya ada ujian atau kursus terus-menerus karena itu saya hindari istilah kursus walau Kementerian Agama istilahnya 'susdatin', kursus calon pengantin karena kalau kursus kayaknya ada kelasnya kan, sedangkan ini cukup online," jelas Muhadjir.

Menurut Muhadjir dari 2,5 juta perkawinan setiap tahun, ada potensi menciptakan 250 ribu keluarga miskin. "Dari 2,5 juta perkawinan per tahun itu, paling yang punya potensi akan jadi keluarga miskin sekitar 10 persen. Artinya 250 ribu keluarga itu yang harus kita perhatikan, jadi tidak masif," tambah Muhadjir.

Tugas dari kementerian dan lembaga pemerintah adalah dengan mendorong terencananya suatu keluarga. "Keluarga itu memang harus terencana, tidak bisa dilepas begitu saja. Negara harus hadir bagaimana agar keluarga-keluarga baru ini bisa terencana dengan baik," ungkap Muhadjir.

Setidaknya ada dua masalah besar yang harus diperhatikan calon keluarga baru menurut Muhadjir yaitu kesiapan berketurunan dan kesiapan finansial. "Karena itu kesehatan reproduksi sangat penting. Angka stunting (anak kerdil) kita masih sangat tinggi masih 27 persen. Artinya setiap 10 balita, tiga pasti stunting. Jadi masih tinggi dan itu terutama dari rumah tangga miskin yaitu sekitar lima juta itu lah. Kita tidak mungkin membiarkan muncul rumah tangga miskin baru," jelas mantan mendikbud ini.

Untuk itu, pemerintah melakukan intervensi di sektor hulu yaitu di jelang pernikahan dengan pembekalan pranikah. "Target utamanya pasangan yang belum siap secara ekonomi. Kedua adalah pasangan keluarga yang belum memahami pentingnya kesehatan keluarga terutama kesehatan reproduksi," katanya.

Jika terdeteksi seperti itu maka menurut dia calon pengantin yang belum memiliki pekerjaan tetap bisa mengikuti pelatihan. Dana pelatihan diambil dari Kartu Pra Kerja sampai benar-benar mendapat pekerjaan atau menjadi pekerja mandiri.

Muhadjir pun mendorong gerakan moral mengenai perkawinan lintas tingkat perekonomian, artinya orang yang kaya menikahi yang miskin. "Mungkin perlu ada fatwa, anjuran, gerakan moral supaya orang jangan misalnya ada orang kaya dapat menantu miskin malu. Padahal itu bentuk sangat mulia karena bagian untuk mengentas saudara-saudara kita yang masih dalam kondisi miskin," tambah Muhadjir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement