REPUBLIKA.CO.ID,MERANTI -- Pelaut di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, disebut masih banyak yang belum bersertifikat. Pemerintah daerah setempat mengungkapkan kondisi pelaut Meranti bahkan cukup jauh tertinggal dibandingkan sejumlah negara tetangga.
"Memang kondisi di lapangan jauh lebih banyak lagi yang membutuhkan sertifikat," kata Wakil Bupati Said Hasyim di Meranti, Riau, Senin (17/2).
Padahal, Said mengakui, sebagian besar masyarakat Meranti berprofesi sebagai pelaut dan juga nelayan. Namun mereka belum dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang memadai.
Menurut Said, dengan kelengkapan dokumen atau sertifikat bagi para pelaut, penyerapan tenaga kerja akan menjadi lebih besar. Pasalnya, banyak masyarakat yang terkendala melaut karena tidak memiliki sertifikat yang mendukung profesi mereka.
Dikarenakan biayanya yang cukup mahal, menurut Said, banyak pelaut yang kesulitan mengikuti diklat. Untuk itu, lanjut Said, dibutuhkan peran pemerintah terkait agar bisa menyelenggarakan diklat khusus pelaut dan pemberian sertifikat secara gratis.
Said mengapresiasi peran pemerintah pusat, dalam hal ini Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Perhubungan yang berupaya meningkatkan kompetensi nelayan dan pelaut melalui penyelenggaraan Diklat Pemberdayaan Masyarakat (DPM). Menurutnya, peningkatan kualitas SDM memang mutlak dilakukan.
Pada tahun ini BPSDM Perhubungan bekerja sama dengan Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) telah menyelenggarakan DPM sebanyak dua kali di Kepulauan Meranti. Pada Januari 2020, DPM diikuti oleh 240 orang nelayan dan pelaut dengan jumlah sertifikat sebanyak 720.
Pada 17-22 Februari 2020, DPM kembali dilaksanakan dan diikuti oleh 480 orang peserta. Adapun jenis diklat yang diberikan yaitu Basic Safety Training kapal Layar Motor, diklat Surat Keterangan Kecakapan (SKK) 60 Mil Deck Department dan diklat SKK 60 Mil Engine Department.
"Diklat harus terus dilakukan dan diperluas ke wilayah lain. Upaya ini bisa mengurangi tingkat penggaguran dan kemiskinan di Meranti," kata Said.