REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Arief Budiman mengklaim kepercayaan publik terhadap KPU masih di atas 70 persen meski mengalami penurunan, usai mantan anggotanya Wahyu Setiawan ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dugaan kasus suap. Ia meminta KPU daerah transparan dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.
"Untuk menjaga ini, saya minta (KPU) Provinsi, Kabupaten/Kota bekerja dengan transparan, publik bisa mengakses, bisa melihat, bisa tahu apa kebijakan yang diambil KPU. Jangan bekerja dengan cara tertutup," ujar Arief di kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Selasa (18/2).
Arief beralasan peristiwa penangkapan mantan Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan tidak berkaitan dengan kebijakan yang sudah dibuat KPU. Sebab, kebijakan yang diambil KPU sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan. Menurut Arief, setiap keputusan yang keluar dari KPU tidak terpengaruh karena adanya tekanan, intervensi, maupun gratifikasi. Sementara Wahyu Setiawan diduga menerima suap dari politikus PDIP Harun Masiku untuk memuluskannya menjadi anggota DPR RI periode 2019-2024 dengan mekanisme penggantian antarwaktu (PAW).
"Kami bertujuh (Komisioner KPU) membuat kebijakan, jadi tidak ada pengaruhnya peristiwa-peristiwa itu terhadap kebijakan. Bagaimana (KPU) provinsi dengan kabupaten/kota? Saya mengingatkan kepada mereka. KPU adalah lembaga yang nasional, tetap, dan kemandirian itu harus dijaga," kata Arief.
Ia menuturkan, kemandirian itu ditunjukkan ketika KPU membuat kebijakan. Keputusan yang diambil harus dilakukan secara mandiri, tidak berdasarkan pesanan dari pihak lain, tidak berdasarkan tekanan pihak lain, maupun iming-iming dari pihak lain.
Kemudian, KPU daerah harus bekerja dengan profesional, menjalankan pemilihan sesuai aturan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum maupun Pilkada. Selain itu, ia mengingatkan jajarannya bekerja dengan integritas tinggi.
"Kami sudah melakukan itu dengan cara membuat pertemuan nasional kemarin, seluruh ketua, anggota, sekretaris sekretaris KPU provinsi kita undang. Kami pertemukan mereka, selain mengingatkan soal integritas kami juga ingatkan soal lembaga KPU yang unik," tutur dia.
Ia menjelaskan, lembaga yang unik itu karena KPU bersifat kolegial. Keputusan tertingginya diambil melalui rapat pleno sehingga tidak bisa orang perorang mengambil keputusannya sendiri.
"Kami ingatkan kembali soal itu dan soal kolektif kolegial. Jadi kalau orang perorang mau bagaimana itu urusan pribadi, tapi kebijakan keputusan keluar dari rapat pleno," lanjut Arief.