REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay mempertanyakan pernyataan Sekretaris Kabinet Pramono Anung melarang Presiden Joko Widodo ke Kediri, Jawa Timur. Namun, ia menilai pernyataan merupakan candaan dari Pramono.
"Pramono Anung agak sedikit bercanda ketika menyatakan hal itu. Bisa saja, dia sedang meminta maaf atas ketidakhadiran presiden. Lalu disampaikan semacam candaan seperti itu," ujar Saleh kepada wartawan, Senin (17/2).
Menurutnya, untuk melengserkan seorang presiden bukanlah perkara mudah. Sebab, harus ada beberapa persyaratan yang yang dipenuhi untuk merealisasikan hal tersebut.
"Ada banyak persyaratan konstitusional yang harus dipenuhi. Dengan persyaratan itu, rasanya sulit sekali," ujar Saleh.
Kendati demikian, ia meminta kepada jajaran kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin untuk tak mengeluarkan pernyataan yang dapat menimbulkan polemik. Apalagi, pernyataan Pramono soal Jokowi akan lengser jika berkunjung ke Kediri tidak ada penjelasan yang masuk akal.
"Tidak ada argumen sosiologis, politis, akademis, dan religius yang dapat memperkuat asumsi itu. Bahkan, pernyataan itu dapat menimbulkan kegalauan di tengah masyarakat," ujar Saleh.
Sebelumnya, Pramono melarang Presiden Jokowi berkunjung ke Kediri. Ia khawatir akan bernasib seperti Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang lengser dari Presiden pada 2001, usai bertandang ke kota yang dia percaya sebagai daerah wingit.
Ia mengatakan hal tersebut saat pidato di hadapan kiai sepuh pengasuh Ponpes Hidsyatul Mubtadien Lirboyo Kediri. "Saya masih ingat karena percaya atau tidak percaya, Gus Dur setelah berkunjung ke Lirboyo tidak begitu lama gonjang-ganjing di Jakarta," ujar Pramono.