Ahad 16 Feb 2020 16:21 WIB

KSPI: RUU Cipta Lapangan Kerja Hilangkan Pesangon

Lewat Omnibus Law, kontrak kerja dinilai bisa seumur hidup.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebut, Omnibus Law Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja menghilangkan pesangon untuk para pekerja. Pekerjaan kontrak juga bisa diterapkan di semua pekerjaan.

"Dalam draf RUU Cipta Kerja menghapus pasal 59 UU 13 tahun 2003, yakni mengenai perjanjian kerja untuk waktu tertentu. Dengan demikian kerja kontrak bisa diterapkan di semua jenis pekerjaan," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Ahad.

Baca Juga

Ia mengemukakan bahwa dalam draf RUU tersebut juga disebutkan tidak ada batasan waktu untuk kontrak kerja.  Dengan begitu kontrak kerja bisa dilakukan seumur hidup sehingga pekerja tetap akan semakin langka.

"Karena statusnya kontrak kerja, bisa dengan mudah dilakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan habis kontrak dan kemungkinan tidak ada lagi pesangon, karena pesangon hanya untuk pekerja tetap," kata Said Iqbal, yang juga salah satu pengurus pusat Organisasi Buruh Internasional (ILO) di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa, (ILO Governing Body-United Nation) itu.

Selain itu, kata dia, pengusaha dapat mudah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan selesainya suatu pekerjaan. Pengusaha dapat melakukan PHK semena-mena memakai alasan efisiensi.

"Akibatnya, pengusaha bisa gampang melakukan PHK dengan atau efisiensi karena order atau pekerjaannya sudah habis. Sedangkan bagi pekerja kontrak yang di PHK karena selesainya suatu pekerjaan, padahal masa kontraknya belum berakhir, tidak lagi mendapatkan hak sesuai dengan sisa kontraknya. Tetapi hanya mendapatkan kompensasi," katanya.

Ia menegaskan bahwa kompensasi hanya diberikan kepada pekerja yang memiliki masa kerja paling sedikit satu tahun. Hal itu, kata Iqbal, akan mendorong perusahaan untuk mempekerjakan pekerja kontrak kurang dari satu tahun.

"Pilihan enam hari kerja dan tujuh hari kerja dihapus, sehingga memungkinkan pengusaha untuk mengatur jam kerja secara fleksibel," kata anggota tim perumus Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang No 2 Tahun 2004 tentang Pengaduan Perburuhan itu.

Hal itu, kata dia, dikarenakan dalam draf RUU tersebut hanya disebutkan waktu kerja paling lama delapan jam dalam satu hari dan 40 jam dalam satu pekan.

"RUU ini membuka kemungkinan pekerja dipekerjakan tanpa batasan waktu yang jelas, sehingga kelebihan jam kerja setelah sehari bekerja delapan jam tidak dihitung lembur," tambah Iqbal.

Oleh karena itu, KSPI menolak RUU Cipta Kerja karena dianggap merugikan buruh. KSPIjuga akan melakukan aksi besar-besaran selama draf RUU tersebut dibahas DPR.

"Aksi ini tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di daerah," demikian Said Iqbal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement