Sabtu 15 Feb 2020 05:05 WIB

BAB Sembarangan di Kota Serang Masih Tinggi

Warga tak miliki jamban pembuangan feses dengan kantong plastik.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Bilal Ramadhan
Jamban
Foto: lussysf.multiply.com
Jamban

REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Pemerintah Kota (Pemkot) Serang menyebut angka kasus buang air besar sembarangan (BABS) di wilayah perkotaan masih tinggi. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Serang, ternyata ada sebanyak 5.449 kepala keluarga yang masih belum memiliki jamban.

Kepala Bidang (Kabid) Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Dinkes Kota Serang Lenny Suryani membenarkan fakta tersebut. Dia mengatakan, BABS memang masih menjadi masalah di daerahnya. Ia bahkan menjelaskan kebiasaan buruk warga kota yang tidak memiliki jamban, seperti membuang feses ke kantong plastik.

"Mereka itu yang tidak punya jamban di wilayah perkotaan, ketika buang air dimasukkan ke plastik keresek atau kertas. Itu karena satu keluarga enggak punya jamban dan baru ketika pagi, mereka buang ke sungai plastik atau kertas itu," kata Lenny Suryani, Jumat (14/2).

Lenny bahkan menyebut, pada 2020 ini, baru ada enam dari 66 kelurahan di Kota Serang secara keseluruhan yang sudah tergolong open defecation free (ODF) atau bebas buang air besar sembarangan. Jumlah kelurahan yang termasuk ODF ini sebenarnya sudah berkurang dengan bebasnya satu kelurahan, yakni Dalung pada 2019.

"Alhamdulillah, tahun seblumnya ada Kelurahan Dalung yang masuk ODF, jadi ada enam kelurahan, yaitu Serang, Sumur Pecung, Penancangan, Banjaragung, Cipare, dan Dalung. Tahun ini kita targetkan dua sampai tiga yang ODF," ujar dia.

Meski begitu, jumlah kepala keluarga yang belum memiliki jamban terbanyak masih di wilayah Kecamatan Kasemen dengan total 8.200 keluarga. Angka itu disebutnya sudah jauh berkurang pada pendataan sebelumnya yang berjumlah 29.753 keluarga.

Lenny berharap penanganan kasus warga yang tidak memiliki jamban ini bisa disinergikan dengan pemerintah provinsi hingga pusat. Pemkot Serang, kata Lenny, meskipun anggarannya terbatas, mengupayakan bantuan pembuatan jamban dengan bersinergi dengan lembaga donasi atau corporate social responsibility (CSR) perusahaan di daerah.

"Di masing-masing puskesmas bahkan punya inovasi tersendiri untuk mengentaskan masalah warga ini. Seperti ada Gerakan Dua Ribu untuk Jamban Keluarga (Gardujaga) atau arisan jamban, atau sumbangan jamban juga ada. Intinya gerakan-gerakan itu untuk membantu warga sampai ke instalasi jambannya," kata dia.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Serang, Hasan Basri, meyakini pengentasan masalah warga yang tidak mempunyai jamban ini harus secara terpadu. Setiap unsur disebutnya harus bergerak mulai dari pemerintah hingga masyarakat.

Hal ini penting dilakukan agar kendala-kendala seperti masyarakat yang sulit diubah kebiasaannya atau kemampuan ekonomi yang rendah bisa disingkirkan. "Pengentasan masalah ini harus terpadu, warga juga harus dilibatkan. Jadi, kalau kita solusinya hanya membuat WC umum di tempat-tempat strategis, yang biasa terjadi malah masyarakat kurang kepeduliannya untuk merawat," ujar Hasan.

Hasan mengapresiasi inovasi yang dilakukan oleh Puskesmas Kelurahan Banjarsari yang mempraktikkan program Gardujaga. Menurutnya, program tersebut menunjukkan bentuk kepedulian masyarakat terhadap masalah sosial yang terjadi di lingkungannya.

Gardujaga bahkan disebutnya telah berhasil memberikan solusi bagi ratusan warga Kelurahan Banjarsari agar memiliki jamban sendiri. Program ini menarik karena melibatkan langsung masyarakat dan orang-orang yang peduli tentang masalah dolbon (BAB sembarangan).

“Proses pembuatannya melibatkan masyarakat dan keluarga yang bersangkutan, jadi sama-sama punya rasa kepemilikan dan biayanya juga bisa ditekan," ujar dia.

DPRD Kota Serang juga saat ini akan membahan Peraturan Daerah (Perda) Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang merupakan program unttuk mengubah perilaku higienis dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat. "Tahun ini kita akan membahas perda sanitasi total sebagai bentuk dorongan untuk menyelesaikan masalah ini," kata dia.

Wali Kota Serang Syafrudin menyebut, masalah kebiasaan masyarakat untuk BAB sembarangan ini bukan hanya karena masalah tradisi turun-menurun warganya, melainkan juga karena belum tersedianya air bersih bagi warganya. Untuk itu, Syafrudin mengatakan, pada tahun ini Pemkot Serang akan mengarahkan pembangunan infrastruktur penunjang air bersih di daerah yang belum memiliki infrastruktur air bersih, seperti di Kecamatan Kasemen.

Ia mengatakan, program pipanisasi air akan diarahkan ke daerah yang minim air bersih, seperti di Kelurahan Bendung, untuk mencukupi kebutuhan air bersih bagi masyarakat. "Memang di sana (Kasemen) itu bukan hanya soal kebiasaan ‘dolbon’ warganya saja ya, tapi juga soal ketersediaan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari. Karena itu, tahun ini sudah ada program untuk pipanisasi guna mencukupi kebutuhan air bersih masyarakat di Bendung itu," kata Syafrudin.

Selain itu, beberapa program bantuan dari lembaga swasta hingga pemerintah pusat juga akan diarahkan ke Kecamatan Kasemen yang tergolong zona merah BABS. Bulan ini rencananya juga ada bantuan dari pemerintah pusat untuk mendukung perilaku hidup sehat.

“Februari ini rencananya akan diserahkan langsung oleh Ibu Negara ke Kota Serang dan saya arahkan sebagian juga untuk Kelurahan Bendung," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement