Jumat 14 Feb 2020 20:10 WIB

RUU Omnibus Cipta Kerja Hapus Cuti Haid, Nikah dan Beribadah

RUU Cipta Kerja menghapus sejumlah poin dalam pasal 93 UU Ketenagakerjaan.

Rep: Febryan A/ Red: Andi Nur Aminah
RUU Cipta Kerja menghapus sejumlah poin hak-hak pekerja perempuan, yang dinilai tak berpihak pada pekerja perempuan. Foto pekerja perempuan membuat rokok di industri rokok rumahan. (ilustrasi)
Foto: Antara/Syaiful Arif
RUU Cipta Kerja menghapus sejumlah poin hak-hak pekerja perempuan, yang dinilai tak berpihak pada pekerja perempuan. Foto pekerja perempuan membuat rokok di industri rokok rumahan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Cipta Kerja menghapus sejumlah ketentuan izin dan cuti khusus yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Di antaranya adalah izin saat haid, menikah, dan beribadah.

RUU Cipta Kerja menghapus sejumlah poin dalam pasal 93 UU Ketenagakerjaan. Pertama, menghapus izin atau cuti khusus bagi pekerja perempuan saat haid pada hari pertama dan kedua (tercantum dalam Pasal 93 huruf a). Kedua, RUU itu juga menghapus cuti khusus untuk keperluan menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anak, istri melahirkan atau keguguran kandungan, dan anggota keluarga satu rumah meninggal dunia (huruf b).

Baca Juga

Ketiga, menghapus cuti khusus bagi pekerja yang sedang menjalankan kewajiban bagi negara (huruf c). Keempat, menghapus izin atau cuti khusus untuk keperluan menjalankan ibadah yang diperintahkan agama (huruf d).

Kelima, menghapus izin atau cuti khusus bagi pekerja yang melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha (huruf g). Keenam, menghapus izin atau cuti khusus bagi pekerja yang melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan (huruf h).

Penghapusan itu berarti tidak mewajibkan pengusaha membayarkan upah saat pekerjanya berhalangan kerja lantaran enam kondisi di atas. RUU yang sebelumnya bernama Cipta Lapangan Kerja (Cilaka) ini hanya mewajibkan pengusaha membayar upah kepada pekerja yang berhalangan kerja dalam empat kondisi.

Yakni tidak bisa bekerja karena berhalangan; melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya dan telah mendapat persetujuan pengusaha; bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak memperkerjakannya karena kesalahan pengusaha; menjalankan hak istirahat atau cutinya.

Menanggapi beleid tersebut, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyesalkan rancangan yang dibuat pemerintah tersebut. Penghapusan cuti haid dinilai mengabaikan perlindungan terhadap pekerja perempuan.

"Termasuk mengabaikan hak untuk beribadah, yang sudah dijamin oleh konstitusi. Hal ini juga tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, khususnya sila pertama," kata Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI, Kahar S Cahyono kepada Republika.co.id, Jumat (14/2).

Menurut Kahar, draft RUU Cilaka isinya hanya mengakomodir kepentingan pengusaha. Suatu hal yang dikhawatirkan kaum buruh selama ini. "KSPI dan buruh Indonesia menolak RUU Omnibus Cilaka," tegas dia.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement