Jumat 14 Feb 2020 18:37 WIB

Potensi Kerugian Negara Kasus Jiwasraya Naik Jadi Rp17 T

Kejakgung menyebut potensi kerugian negara kasus Jiwasraya naik jadi Rp 17 triliun

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Bayu Hermawan
Masa depan Jiwasraya di ujung tanduk.
Masa depan Jiwasraya di ujung tanduk.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) menyebut potensi kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi dan pencucian uang (TPPU) PT Asuransi Jiwasraya mencapai Rp 17 triliun.  Angka tersebut bertambah dari pengitungan penyidik semula yang memperkirakan sekitar Rp 13,7 triliun.

Direktur Penyidikan di Direktorat Pidana Khusus (Dir Pidsus) Kejakgung, Febri Adriansyah mengatakan jumlah potensi kerugian negara tersebut bertambang menyusul penyidikan yang intensif.

Baca Juga

"Itu awalnya, kemarin (Rp) 13,7 triliun. Sekarang, sudah ketemu di atas itu. Bertambah sekitar di angka (Rp) 17 triliun," kata Febri saat menjelaskan tentang proses terbaru penyidikan Jiwasraya di Kejakgung, Jumat (14/2).

Febri mengatakan, angka terbaru itu, hasil penelusuran oleh tim khusus di Kejakgung selama proses penyidikan berlangsung. Sampai hari ini, penyidikan di Kejakgung menyangkut pengungkapan dugaan korupsi dan TPPU Jiwasraya, masih terus dilakukan. Namun menyangkut potensi kerugian negara, kata Febri, angka pastinya masih menunggu audit investigasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Karena ini teknis sekali, auditnya. Jadi nanti nanti menunggu BPK untuk mengetahui realnya (angka pasti) berapa kerugiannya," jelas Febri.

Febri menjelaskan, angka bertambah versi penelusuran tim di Kejakgung, karena penelusuran peralihan dana Jiwasraya ke dalam saham dan reksadana yang dilakukan, dalam kurun waktu 10 tahun sejak 2008 sampai 2018. "Sehingga kerugian negara yang ditimbulkan itu sangat besar," ucap Febri.

BPK, menjanjikan akan merampung audit investigasi pada akhir bulan ini. Akan tetapi, pada penyampaian pendahuluan audit investigasi, Januari lalu, BPK memang menebalkan aksi korporasi yang menyimpang dalam pengelolaan Jiwasraya. Penyimpangan tersebut yang menurut Ketua BPK Agung Firman Sampurna terjadi karena terjadinya dugaan korupsi dan kerugian negara.

Sejumlah penyimpangan, pun berdampak pada kondisi keuangan Jiwasraya. Angka Rp 13,7 triliun, Agung Sampurna pernah menerangkan, salah satu besaran gagal bayar Jiwasraya atas klaim nasabah yang dananya, digunakan untuk pembelian saham dan reksadana bermasalah. Dalam audit pendahuluan tersebut, pun BPK meyakini, kondisi keuangan Jiwasraya mengalami defisit mencapai Rp 27,2 triliun pada November 2019.

Meski BPK belum menemukan angka pasti besaran kerugian negara, namun penyidikan di Kejakgung sudah berjalan sejak Desember 2019. Sampai saat ini, Kejakgung sudah menahan enam tersangka. Mereka antara lain, tiga orang pebisnis Benny Tjokrosaputro, Heru Hidayat, dan Joko Hartono Tirto. Tiga lainnya, yakni para mantan petinggi Jiwasraya, yakni Hendrisman Rahim, Harry Prasetyo, dan Syahmirwan.

Keenam tersangka tersebut, dijerat sementara ini menggunakan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) 20/2001. Namun khusus Benny dan Heru, kedua tersangka itu ditambahkan tuduhan menggunakan pasal-pasal dalam UU TPPU. Benny dan Heru, penyidik yakini menggunakan keuntungan dari hasil korupsi pengalihan dana Jiwasraya ke dalam perusahaan, dengan cara melakukan pencucian uang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement