Kamis 13 Feb 2020 15:07 WIB

Perludem: Tahapan Pencalonan Pilkada Rawan Konflik

Perludem menilai tahanan pencalonan pilkada masih rawan konflik.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Bayu Hermawan
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini
Foto: Republika/Mimi Kartika
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, tahapan pencalonan kepala daerah dalam pilkada masih rawan konflik. Menurutnya pada tahapan itu, rawan timbunya benturan antarmassa pendukung atau ketika terjadi dualisme kepengurusan partai politik.

"Potensi kecurangan kerawanan itu bergantung pada dinamika politik lokal, salah satu dari beberapa tahapan krusial dan rawan itu misalnya pencalonan," ujar Titi saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (13/2).

Baca Juga

Selain itu, kata dia, konflik dapat muncul saat calon yang diusung oleh partai tidak sesuai dengan aspirasi konstituen maupun pendukung akar rumput. Konflik pun akan berlanjut ketika bakal calon kepala daerah yang tak disetujui masyarakat itu lolos pencalonan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Konflik muncul kalau ada calon yang tidak diloloskan, atau kemudian kepengurusan ganda atau kemudian calon yang diusung disetujui oleh DPP tidak sesuai dengan apsirasi akar rumput," katanya.

Dengan demikian, profesionalisme dan independensi penyelenggara pemilu baik KPU maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus dijunjung tinggi. Menurut dia, penyelenggara pemilu harus profesional, transparan, dan terbuka kepada publik selama proses tahapan pencalonan.

Titi menuturkan, dengan proses yang transparan maka masyarakat dapat memahami proses tahapan itu sesuai peraturan perundang-undangan. Ia mengingatkan agar penyelenggara pemilu tidak melibatkan diri pada konflik kepentingan yang bekaitan dengan peserta pemilu.

"Karena kerja-kerja yang profesional itu akan membantu diperolehnya kepercayaan publik kepada penyelenggara," ucapnya.

Ia menambahkan, penyelenggara pemilu perlu berkoordinasi intensif dengan para pemangku kepentingan terkait untuk mencegah terjadinya konflik. KPU dan Bawaslu harus bekerja sama dengan aparat penegak hukum, keamanan, pimpinan daerah, dan pihak yang termasuk dalam forum pimpinan daerah.

Bahkan, penyelenggara pemilu dapat melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk bersama-sama mengawal pelaksanaan Pilkada 2020 mendatang. Menurut Titi, semakin banyak orang yang memantau penyelenggaraan pilkada maka penyelenggara pemilu dituntut terus bekerja sesuai aturan.

"Itu penting karena beberapa konflik itu juga dipicu karena ketidakpuasan kepada profesionalisme kerja penyelenggara pemilu," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement