Kamis 13 Feb 2020 12:11 WIB

Kontroversi Yudian Wahyudi; Cadar, Zina, & Agama Pancasila

Nama Yudian Wahyudi terkenal berkat kontroversi yang dibuatnya.

Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka)  Yogyakarta, Yudian Wahyudi.
Foto: Humas UIN Sunan Kalijaga
Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka) Yogyakarta, Yudian Wahyudi.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Yusuf Maulana, Pegiat Literasi Islam

"Rektor seperti curhat ketika pidato, Pak, begitu Megawati batal datang ke kampus," tutur seorang mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta pada saya.

Ketika itu kami barusan selesai acara diskusi. Semester kedua tahun lalu kejadiannya. Hendak ke pelataran masjid ada spanduk mencolok berupa foto rektor UIN Yogyakarta dan ucapan selamat datang pada Megawati.

Mahasiswa yang bercerita pada saya itu tentu saya pastikan lagi kata-katanya. Apa memang benar rektor "sampai segitunya" hanya karena ada pejabat tak jadi datang ke kampus. Ia kali kedua membenarkan.

Getun penuh sesal Prof KH Yudian Wahyudi, Ph.D., berasa ganjil untuk seorang akademisi mumpuni dalam tema studi Islam yang menekankan arti kebebasan berpikir dan menjauhi kebergantungan. Sampai kemudian namanya melambung naik. Tetapi tak ada kaitan dengan sesalnya atas absen Megawati. Maret 2018 ia hardik mahasiswi bercadar di kampusnya. Hardikan berupa larangan bercadar di kampus UIN Yogyakarta.

Bila soal cadar Yudian memilih keras, lain ketika ia jadi tim penguji disertasi seorang promovendus soal gagasan milk al-yamin pemikir Syahrur: tentang legalitas seks di luar pernikahan. Kontroversi yang terjadi Agustus 2019 dan beberapa pekan berikutnya, ditanggapi berani oleh Yudian. Tentu dia merasa memiliki kapasitas untuk menjawab banyak pertanyaan publik.

photo
Buku Prof Yudian Maulana.

Cadar dan disertasi legalitas zina, keduanya sebenarnya, tanpa banyak disadari publik, modal memadai menaikkan namanya ke pentas nasional. Kontroversial memang. Tapi, ini ia iringi dengan sikap atau mungkin wataknya yang dingin mencari perhatian penguasa. Curhat di depan civitas kampus di atas tak ragu dia sembunyikan. Sikap ini sejatinya ironi bahkan paradoks klaim independensi tipikal sarjana studi Islam jebolan Barat.

Kendati begitu, kepintarannya memadai. Tak perlu disangsikan.

Istrinya dari keluarga Kauman, salah satu kerabat ketua umum Muhamamdiyah kala itu, Bapak KH AR Fachruddin. Bahkan, sang ketua umum ormas ini pula yang menikahkan ia. Pernikahan dua keluarga dari ormas berbeda. Pak AR kagum pada Yudian muda, sang pengantin pria, yang ketika ijab-qabul memilih untuk memakai penuh bahasa Arab.

Latarnya sebagai santri memang kuat, tak heran lidahnya begitu fasih. Pak AR pun sampai mengakui dirinya kalah fasih dibandingkan sosok yang hendak dinikahkannya itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement