REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Usulan Pemprov Jabar terkait pemekaran derah, dilakukan pada sebanyak 21 kabupaten/ kota. Namun, usulan daerah otonom baru yang sudah memasuki prosedur final, ada enam, yakni Garut Selatan, Bekasi Utara, Sukabumi Utara, Cianjur Selatan, Bogor Barat, dan Indramayu Barat.
Gubernur Jabar Ridwan Kalim mengatakan, akibat banyak daerah otonom baru (DOB) di luar Pulau Jawa yang gagal, Jabar jadi ketiban pulung. “Nyatanya DOB di Jabar itu berhasil semuanya, dari mulai Banjar sampai Pangandaran,” katanya dalam acara Forum Silahturahmi Tokoh Masyarakat Jawa Barat 2020 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu malam (12/2).
Dalam sesi diskusi, para tokoh terutama anggota DPR memberikan tanggapan atas aspirasi Emil dan masukan untuk memajukan Jabar. Termasuk soal daerah otonom baru (DOB).
Anggota Dewan Perwakilan Daerah RI utusan Jabar Eni Sumarni mengatakan, pihaknya bersama dengan DPR RI Komisi II sudah menyampaikan aspirasi terkait DOB di Jabar kepada pemerintah pusat. Mulai dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sampai Presiden RI.
"DOB ini, DPD RI sudah sampai ke Kemendagri yang jawabnya moratorium dengan terbatasnya anggaran. Kita kemudian mendatangi Wapres dan langsung kepada Presiden, karena tidak dapat jawaban yang memuaskan dari Wapres. DPD RI maju ke Presiden. Dan alhamdulillah sudah sampai aspirasi (ke Presiden) dengan Komisi II DPR RI)," papar Eni.
Sementara itu, Wali Kota Banjar, Ade Uu Sukaesih mengatakan bahwa DOB bisa menjadi solusi Jabar untuk meningkatkan pelayanan publik dan pemerataan pembangunan. Dia menilai, dengan dukungan anggota DPR RI dan DPD RI, usulan DOB Jabar bisa terwujud.
"Adanya forum ini, pemekaran wilayah Jabar akan lebih didengar oleh pemerintah pusat dengan komitmen anggota DPR RI dan DPD RI," kata Ade.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Defe Yusuf Macan Efendi sepakat bahwa Jabar bisa dimekarkan lagi hingga 40 kabupaten/kota seperti yang diinginkan Gubernur. Namun, hingga kini pemerintah pusat masih memberlakukan moratorium DOB karena fakta bahwa banyak DOB di luar Jawa mekar tapi tidak berkembang.
"Untuk mencabut moratorium perlu lobi tidak satu, dua, atau 91 anggota DPR asal Jabar saja tapi juga legislator yang lain," katanya.
Sesepuh Jawa Barat, Popong Otje Djundjunan atau Ceu Popong menyerukan semua eksponen Jabar menyamakan persepsi dengam melepaskan kepentingan organisasi dan golongan demi Jabar yang lebih maju.
“Yang paling sulit menurut pengalaman adalah menyamakan persepsi. Kalau persepsi sama insyaallah sikap kita sama, kalau sikap sudah sama insyallah langkah akan sama,” kata Ceu Popong.
Politisi senior nasional ini menekankan lagi, sepanjang kesamaan persepsi itu tidak ada maka Jabar tidak akan maju sampai kapan pun. “Kalau gubernur ingin Jabar juara lahir batin sampai kiamat pun tidak akan terwujud kalau persepsi tidak sama,” katanya.
Menurut Ceu Popong, heterogenitas Jabar paling tinggi. “Siapapun yang ada di sini mau DPR/DPD sing dedeuh atuh ka Jabar. Rek ngaran Siahaan rek Ketut paduli teuing. Kalau sudah dedeuh everything is ok,” kata Ceu Popong.
Ceu Popong berpandangan, Jabar seperti dianaktirikan jangan menyalahkan orang lain tapi sedikit banyak lihat diri sendiri. “Jabar dianakterekeun tapi saha anu salah? Bukan salah siapa- siapa tapi salah urang keneh. Omat, keluar dari ruangan ini kita harus sama persepsi,” katanya.
Sementara itu, sesepuh Jabar lain Uu Rukmana meminta para legislator yang sudah berkiprah di tingkat nasional jangan melupakan Jabar. Sebab para politikus ini dapat melenggang ke Senayan berkat dukungan suara warga Jabar yang penduduknya terbanyak di Indonesia.