Rabu 12 Feb 2020 20:41 WIB

Bamusi Apresiasi Sikap Tegas Pemerintah Tolak WNI Eks ISIS

Bamusi berpendapat mereka yang gabung ISIS telah menyatakan keluar NKRI.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Nashih Nashrullah
 Bamusi berpendapat mereka yang gabung ISIS telah menyatakan keluar NKRI. Pasukan ISIS (Ilustrasi)
Foto: VOA
Bamusi berpendapat mereka yang gabung ISIS telah menyatakan keluar NKRI. Pasukan ISIS (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) mengapresiasi langkah dan sikap Presiden Joko Widodo menolak kepulangan eks Warga Negara Indonesia (WNI) yang bergabung dengan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). 

Menurut Bamusi apa yang telah dilakukan presiden sudah tepat. "Kita apresiasi sikap pemerintah Indonesia," kata Ketua PP Bamusi, Yayan Sopyani Al Hadi, melalui keterangan tertulisnya, Rabu (12/2).  

Baca Juga

Sejak awal, Yayan mengaku sendiri tak setuju dengan penyebutan mereka yang bergabung ke dalam Daulah al-Islamiyah fii Iraq wa al-Syam (DAIS) itu sebagai WNI eks ISIS. 

Menurut Yayan, penyebutan yang tepat adalah ISIS eks WNI. Sebab secara sadar atas keinginan sendiri, mereka pergi ke Suriah dan Iraq, menjadi bagian pemberontak terhadap pemerintahan yang sah di sana.  

"Atas keinginan sendiri, mereka gabung dengan ISIS, membakar paspor Indonesia, meneber ancaman pada NKRI, serta melakukan pembantaian disana. Ketika kalah disana, kok tiba-tiba minta pulang dan disebut WNI," ujarnya. 

Menurut Yayan, menerima kembali mereka sebagai WNI akan menjadi masalah besar. Pertama, mereka sudah didoktrin bahwa dalam iman mereka tidak ada negara-bangsa. Yang ada dalam keyakinan mereka adalah sistem kekhalifahan ala mereka.  

"Jadi dalam keyakinan mereka, negara-bangsa model Indonesia itu adalah musuh yang harus dihancurkan dengan teror. Bisa jadi membaca cara-cara mereka disana ke sini," katanya.  

Persoalan ini, sambung Yayan, akan semakin meggurita di tengah program deradikalisasi yang belum berhasil. Isu HAM pun tidak tepat bila dipandang secara kemasalahatan umum. Sebab pemerintah harus menjaga 267 juta jiwa warganya dari potensi ancaman 689 mantan WNI. 

Dalam kaidah ushul, masih kata Yayan, ada kaidah yang bisa digunakan. Yaitu,  dar'ul mafâsid muqaddam min jalbil mashôlih, yang artinya bahwa mencegah potensi kerusakan harus lebih diutamakan daripada potensi kemaslatahan. "Menjaga 267 juta itu sudah pasti. Sementara, mencuci kembali pikiran mantan WNI itu agar kembali ke jalan Pancasila belum tentu berhasil," kata Yayan.  

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement