Senin 10 Feb 2020 22:57 WIB

Sejumlah Daerah Alami Peningkatan Kasus DBD

Kemenkes mencatat sejumlah daerah mengalami peningkatan kasus DBD.

Seorang anak berusia tiga tahun penderita demam berdarah dangue (DBD) sedang dirawat di salah satu ruangan di RSUD Prof WZ Johanes di Kota Kupang, NTT, Jumat (7/2/2020). Kemenkes mencatat sejumlah daerah mengalami peningkatan kasus DBD, paling tinggi di Sikka.
Foto: Antara/Kornelis Kaha
Seorang anak berusia tiga tahun penderita demam berdarah dangue (DBD) sedang dirawat di salah satu ruangan di RSUD Prof WZ Johanes di Kota Kupang, NTT, Jumat (7/2/2020). Kemenkes mencatat sejumlah daerah mengalami peningkatan kasus DBD, paling tinggi di Sikka.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat adanya peningkatan kasus demam berdarah dengue (DBD) di sejumlah daerah di Indonesia. Berdasarkan data terakhir, di Kabupaten Sikka, NTT memperlihatkan peningkatan paling tinggi dengan jumlah kasus DBD sebanyak 218 kasus atau empat kali lebih banyak dibandingkan tahun sebelumnya.

"Jadi memang ada beberapa daerah ya yang kasusnya cukup meningkat," kata Direktur Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes dr Siti Nadia Tarmizi MEpid saat dihubungi Antara di Jakarta, Senin.

Baca Juga

Nadia menjelaskan, daerah-daerah yang mencatatkan peningkatan kasus DBD tersebut antara lain di Kabupaten Ciamis di Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Lampung Tengah di Provinsi Lampung, Kabupaten Temanggung di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Sikka di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Kabupaten Belitung di Kepulauan Bangka Belitung.

Peningkatan kasus DBD terbanyak kedua terjadi di Kabupaten Belitung. Ada 150 kasus , namun sudah mulai teratasi.

Sementara itu, di Kabupaten Temanggung terdapat peningkatan kasus sebanyak 48. Di Kabupaten Ciamis, peningkatannya sebanyak 37 kasus, namun DBD di daerah tersebut sudah dapat dikendalikan sejak awal Februari.

Sedangkan di Kabupaten Lampung Tengah, tanpa menyebutkan jumlahnya secara pasti, Nadia juga menyebutkan daerah tersebut mengalami peningkatan kejadian demam berdarah.

Sejumlah upaya pencegahan dan pengendalian telah dilakukan. Sistem penyelidikan epidemiologi dijalankan lalu ditindaklanjuti dengan fogging.

Warga, menurut Nadia, juga diserukan untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan cara menguras, menutup, dan menyingkirkan atau mendaur ulang (3M) barang-barang yang dapat menyisakan genangan tempat nyamuk berkembang. Meski upaya-upaya tersebut berjalan efektif, ada beberapa tantangan yang masih dihadapi oleh semua pihak dalam upaya pencegahan dan pengendalian, salah satunya adalah kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup bersih.

"Sebenarnya pemberantasan DBD lebih pada perilaku masyarakat," katanya.

Menurut Nadia, kurangnya kesadaran masyarakat untuk membuang sampah, terutama sampah plastik pada tempatnya, tanpa disadari telah meningkatkan perkembangbiakan nyamuk pada barang-barang bekas yang terisi genangan air. Dengan banyaknya kasus infeksi yang terjadi di sekolah, kurangnya kesadaran untuk membersihkan lingkungan sekolah juga masih menjadi tantangan dalam upaya pengendalian.

"Karena kita lihat sebagian besar anak-anak itu mendapatkan infeksinya dari sekolah. Artinya, mungkin di sekitarnya masih banyak tempat-tempat perindukan nyamuk. Itu yang harus kita intervensi," katanya.

Tantangan berikutnya yang menurut Nadia masih perlu diperhatikan adalah banyaknya bangunan-bangunan yang masih dalam proses pembangunan. Alhasil, kondisi itu menyisakan genangan air, tempat nyamuk berkembang biak.

"Selain itu, apartemen atau rumah yang hanya untuk investasi saja, kita enggak pernah tahu di situ dibersihkan atau tidak sarang nyamuknya. Itu juga berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk penyebab DBD," kata.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement