Senin 10 Feb 2020 19:29 WIB

Gubernur Tolak Tambang Pasir Krakatau

IUP PT LIP berakhir pada 26 Maret 2020 dan tidak ada lagi penambangan.

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Agus Yulianto
Kapal Mehad 1 milik PT Lautan Indah Persada bersandar ditemgah laut sedang menyedot pasir hitam perairan Gunung Anak Krakatau, Senin (25/11).
Foto: Dok Warga Rajabasa Sebesi
Kapal Mehad 1 milik PT Lautan Indah Persada bersandar ditemgah laut sedang menyedot pasir hitam perairan Gunung Anak Krakatau, Senin (25/11).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG  -- Gubernur Lampung Arinal Djunaidi menyatakan, Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Lautan Indah Persada (LIP) di perairan Selat Sunda dekat Gunung Anak Krakatau (GAK) akan berakhir 26 Maret 2020. Selama menunggu waktu tersebut, tidak ada penambangan pasir di wilayah GAK selama lima tahun ke depan. 

“Tinggal satu bulan lagi sampai tanggal 26 (Maret 2020). Mereka tidak boleh beroperasi sampai izinnya habis,” kata Gubernur Lampung Arinal Djunaidi terkait desakan Aliansi Masyarakat Gunung Rajabasa Lampung Selatan di Pemprov Lampung, Senin (10/2).

Arinal tetap berkomitmen tidak memperpanjang IUP PT LIP untuk menambang pasir hitam di wilayah perairan GAK setelah masa izin tersebut berakhir pada 26 Maret 2020. Dia memahami keinginan dan tuntutan masyarakat terkait dengan beroperasinya PT LIP di sekitar GAK yang membuat trauma warga kembali pascatsunami akhir tahun 2018.

Kepada massa Gerakan Masyarakat Peduli GAK, Mantan Sekdaprov Lampung tersebut mengatakan, selesai IUP PT LIP berakhir pada 26 Maret 2020, tidak ada lagi penambangan di perairan tersebut hingga lima tahun ke depan.

Terkait dengan tuntutan Aliansi Masyarakat Gunung Rajabasa Lampung Selatan yang ingin gubernur mencabut IUP PT LIP, Arinal mengatakan, tidak bisa dengan serta merta mencabut, karena ini akan menggangu investasi di Lampung.

Juhariansyah warga Gunung Rajabasa Lampung Selatan mengatakan, aksi mereka agar gubernur segera mencabut izin PT LIP yang telah meresahkan warga pesisir Lampung Selatan. PT LIP masih bebas menyedot pasir hitam GAK selama izinnya dipegang.

“Gunung Krakatau runtuh dan menimbulkan tsunami karena adanya penyedotan pasir yang dilakukan PT LIP beberapa tahun lalu,” kata dia.

Menurut dia, bila gubernur berkomitmen dengan lingkungan dan nasib warga di sekitar pesisir Lampung Selatan, maka tidak perlu menunggu masa izin itu berakhir baru dicabut. IUP PT LIP sudah harus dicabut karena merusak lingkungan dan masyarakat mengalami dampaknya akhir tahun 2018 lalu.

Kapal induk (tug boat) dan tongkang penyedot pasir milik PT LIP pernah diusir warga Pulau Sebesi dan Pesisir Gunung Rajabasa sebanyak dua kali. Pengusiran pertama terjadi pada Agustus 2019, dan pengusiran kedua pada 23 November 2019.

Warga kembali mendatangi kapal tongkang tersebut di perairan Selat Sunda. Warga menemukan barang bukti pasir hitam GAK yang disedot perusahaan tersebut.

Sejumlah warga yang berada di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan bersama organisasi massa kabupaten tersebut telah menandatangani petisi pada kain putih yang berisi penolakan tambang pasir GAK dan mencabut izin PT LIP yang masih beroperasi di Selat Sunda.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement