Senin 10 Feb 2020 14:14 WIB

Kemenkumham Belum Tahu Alasan Delay Time Harun Masiku

Ada keterlambatan info masuknya Harun Masiku ke Indonesia.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Teguh Firmansyah
Harun Masiku
Foto: Republika
Harun Masiku

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sudah dua pekan berlalu, Kementerian Hukum dan HAM masih melakukan pendalaman terkait keterlambatan delay time dalam sistem Informasi Keimigrasian atas simpang siurnya informasi keberadaan caleg PDIP Harun Masiku.

Diketahui, usai menonaktifkan Ronny F Sompie dari jabatan Dirjen Imigrasi, Menkumham Yasonna H Laoly langsung membentuk tim investigasi untuk mencari kesalahan sistem di Terminal 2F Bandara Soekarno Hatta, tempat Harun mendarat.

Baca Juga

"Masih terus melakukan pendalaman terkait dengan terjadinya permasalahan delay sistem informasi itu," kata Kepala Bagian Humas Kementerian Hukum dan HAM, Fitriyadi Agung Wibowo saat dikonfirmasi, Senin (10/2).

Dedet sapaan akrab Fitriyadi mengatakan, hingga kini semua tim sedang dan terus bekerja mendalami kesalahan sistem tersebut. "Target tim sampai semua bisa terungkap dengan sejelas-jelasnya dan pasti alan segera disampaikan," ucap Dedet.

Sebelumnya, Kabag Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Arvin Gumilang mengatakan, Harun Masiku pergi ke Singapura pada 6 Januari 2020 menggunakan maskapai Garuda Indonesia.

Harun pulang ke Indonesia pada 7 Januari 2020 menumpangi pesawat Batik Air, sekitar pukul 17.00 WIB. Sejak saat itu Harun dipastikan ada di tanah air.

Data itu baru diumumkan Kemenkumham melalui jumpa pers 15 hari setelah Harun Masiku mendarat di Soetta karena delay time. Padahal, sebelumnya, Ditjen Imigrasi Kemenkumham RI mengklaim Harun Masiku masih berada di Singapura setelah meninggalkan Indonesia pada 6 Januari, atau sebelum OTT KPK.

Seperti diketahui, Harun Masiku merupakan tersangka kasus dugaan suap penetapan Anggota DPR Pergantian Antar Waktu (PAW). Hingga kini ia masih berstatus buron.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dan tiga tersangka lainnya. Mereka adalah mantan Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, mantan Caleg PDIP Harun Masiku, dan Saeful pihak swasta.

Pemberian suap untuk Wahyu itu diduga untuk membantu Harun dalam Pergantian Antar Waktu (PAW) caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP yang meninggal dunia yaitu Nazarudin Kiemas pada Maret 2019. Namun dalam pleno KPU pengganti Nazarudin adalah caleg lainnya atas nama Riezky Aprilia.

Wahyu diduga sudah menerima Rp 600 juta dari permintaan Rp 900 juta. Dari kasus yang bermula dari operasi tangkap tangan pada Rabu, 8 Januari 2020 ini, tim penindakan KPK menyita uang Rp 400 juta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement