REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar
Sudah empat kali sejak dilantik pada Jumat (20/12/2019), pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sowan ke Gedung DPR/MPR, Kompleks Parlemen, Jakarta. Dari empat kunjungannya tersebut, hanya satu agenda yang merupakan rapat kerja dengan Komisi III DPR.
Kunjungan pertama KPK ke Kompleks Parlemen terjadi pada Selasa (14/1), untuk menemui pimpinan MPR. Saat itu, Ketua KPK Firli Bahuri menyebut bahwa kunjungan pihaknya merupakan ajang silaturahim dan menyampaikan program kerja di periodenya.
“Ini penting karena pemberantasan korupsi tidak bisa dilakukan sendiri oleh satu kelompok atau lembaga saja. Tapi harus bekerja sama dan bersinergi dengan segenap anak bangsa,” ujar Firli di Ruang Pimpinan MPR, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (14/1).
Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet seusai pertemuan tersebut mengingatkan KPK untuk tidak menjadi tunggangan partai politik. Sebab, KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi harus terjaga integritas dan independensinya.
KPK juga diingatkan dalam pemberantasan korupsi, esensinya adalah penyelamatan keuangan negara. Jadi lembaga tersenut sesungguhnya tidak akan mengejar orang, tapi penyelamatan dan pengembalian kerugian negara.
“Bahwa KPK tidak bekerja sebagai tunggangan parpol dan kepentingan apapun, kecuali kepentingan negara,” ujar Bamsoet.
Kunjungan kedua terjadi pada pada Senin (20/1), di mana KPK menemui pimpinan Komisi III DPR. Agenda pertemuan tersebut diketahui tidak terjadwal sebelumnya dalam agenda DPR yang dimuat dalam situs resmi lembaga tersebut.
Tujuan pertemuan tersebut sama seperti pertemuan KPK dengan pimpinan MPR, yakni menyampaikan visi, misi, dan program kerja komisi antirasuah tersebut di bawah pimpinan Firli. Selain itu, pertemuan tersebut turut mengevaluasi kerja dari KPK periode sebelumnya.
“Kita ke depan tentu tidak akan bisa berbuat apa-apa tanpa mengetahui apa yang sudah dilakukan yang lalu, dan apa yang kita capai hari ini adalah kinerja masa lalu,” ujar Firli di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (20/1).
Sebelum pertemuan tersebut, ada kejadian menarik di mana pimpinan KPK seakan menghindari kerumunan media yang sudah berkumpul di Gedung Nusantara III. Saat itu, mobil pimpinan KPK sudah berhenti di depan Gedung Nusantara III dan Firli sudah bersiap keluar. Namun, setelah melihat kerumunan wartawan yang berkumpul di sana, ia kembali masuk ke dalam mobil.
Diketahui, Firli bersama pimpinan KPK akhirnya turun di depan Gedung Nusantara II. Ketika ditanya alasannya melakukan hal tersebut, ia enggan berkomentar banyak. “Jangan kasih komentar (berspekulasi),” ujar mantan Kapolda Sumatera Selatan itu.
“Kita ketemu Komisi III, makanya kita ke sini. Kita ketemu dulu sama Komisi III ya,” lanjutnya.
Setelah pertemuan dengan Komisi III, ia tak lupa mengimbau agar mantan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Harun Masiku agar segera menyerahkan diri kepada KPK atau kepolisian. Saat itu keberadaan Harun masih simpang siur, antara masih berada di luar negeri atau di Indonesia.
“Saya imbau dan saya sampaikan kepada saudara HM, dimanapun anda berada silahkan anda bekerja sama, kooperatif. Apakah dalam bentuk menyerahkan diri, baik ke penyidik KPK maupun kepolisian,” ujar Firli.
Kunjungan selanjutnya ke Kompleks Parlemen terjadi pada Senin (27/1). Saat itu Komisi III memang diagendakan untuk rapat kerja dengan KPK. Dalam rapat tersebut, Filri cs dicecar oleh anggota komisi tersebut karena gagalnya menangkap Harun.
Kritik sempat dilontarkan oleh anggota Komisi III Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman, yang menilai KPK gagal menjawab keraguan publik, akibat tak kunjung tertangkapnya Harun. Ia bahkan menyebut bahwa kader PDIP itu lebih sulit ditangkap dari teroris.
“Masa seorang Masiku ini tidak bisa kita temukan, sedih saya. Kasus terorisme besar 3x24 jam gampang sekali dapatnya,” ujar Benny di ruang rapat Komisi III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (27/1).
[video] Ketua KPK Apresiasi Langkah Menteri BUMN
Dalam rapat tersebut, Firli menyampaikan bahwa tidak ada niatan dari KPK untuk menyembunyikan Harun. Ia juga membantah adanya kongkalikong atau kerja sama lembaganya dengan Kementerian Hukum dan HAM untuk menyembunyikan mantan kader PDIP itu.
“Ada kongkalikong antara KPK dan Menkumham, tidak ada. Untukn apa kita menyembunyikan orang, tidak ada kepentingam kita dengan Masiku itu,” ujar Firli.
Ia juga mengungkapkan adanya kemungkinan bahwa pihaknya akan menghentikan sejunlah kasus. Pasalnya, lembaga yang ia pimpin memiliki tunggakan penanganan kasus korupsi sebanyak 113 perkara selama 2008-2020.
"Perkara ini akan dilakukan evaluasi apakah akan dihentikan atau dilanjutkan penyidikannya. Atau apakah akan dilimpahkan kepada instansi berwenang lain," ujar Firli.
Nantinya, KPK akan mengevaluasi sejumlah perkara yang dinilai tidak layak untuk dilanjutkan. Pasalnya, ia tak ingin membuat nasib tersangka terkatung-katung tanpa ada kepastian hukum.
"Kita tak mau menggantung-gantung status orang. Bahkan ada yang meninggal dunia masih tersangka juga, itukan tidak boleh," ujar Firli.
Mantan Kapolda Sumatera Selatan itu menjelaskan, kasus akan dihentikan dengan landasan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Di mana jika tidak memenuhi unsur tindak pidana dan tidak cukup alat bukti. Dengan begitu KPK bisa menghentikan kasus yang tidak ditemukan kerugian negara.
"Tersangka adalah karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan cukup atau diduga sebagai pelaku pidana. Kalau tidak ada ya kita hentikan saja," ujar Firli.
Kunjungan terakhir KPK ke Kompleks Parlemen terjadi pada Kamis (6/20), di mana komisi antirasuah itu akan menemui pimpinan DPR. Namun, lagi-lagi agenda pertemuan antara keduanya tidak terjadwal sebelumnya dalam agenda DPR yang dimuat dalam situs resmi lembaga tersebut.
Usai pertemuan tersebut, Firli menegaskan bahwa pihaknya tak membahas perkara. Pertemuan mereka dengan pimpinan DPR dalam rangka silaturahim dan menyampaikan visi, misi, dan program KPK di bawah pimpinannya.
"Kita menyampaikan ini adalah pertemuan resmi tidak terkait dengan perkara. Siapapun statusnya kalau memang itu proses hukum, kita akan proses hukum," ujar Firli di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (6/2).
Diketahui, ada dua Wakil Ketua DPR yang tengah berperkara di KPK. Pertama adalah Azis Syamsuddin yang dilaporkan ke komisi antirasuah itu, karena dituding terlibat dalam kasus korupsi penyaluran Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Lampung Tengah.
Kedua, adalah Muhaimin Islandar. Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu sebelumnya telah diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Hong Arta John Alfred dalam kasus suap proyek PUPR.
"Kita akan proses hukum, jadi jangan ditanya yang itu dulu, tadi kita tidak bicara perkara," tegas Firli.
Hal senada juga ditegaskan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, yang menyebut bahwa pertemuan pihaknya dengan KPK tak membahas perkara. "Dia (KPK) datang ke lembaganya bukan ke orangya, dan tadi kan tidak membahas perkara kok. Tidak ada," ujarnya.
Ia menjelaskan, kedatangan KPK untuk membahas program kerja pada 2020 bersama pimpinan DPR RI. Sebab, KPK era Firli Bahuri disebut akan fokus pada pencegahan, bukan penindakan.
"Ini komunikasi yang baik. Kan tidak cuma DPR tapi ke semua lembaga. Apalagi program pertama mereka itu kan pencegahan memang," ujar Dasco.
Komisioner Baru KPK