REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD menyebutkan dampak kebakaran hutan dan lahan sepanjang 2019 lalu tak lebih buruk, dari luas lahan terdampak, ketimbang bencana serupa yang terjadi pada 2015. Mahfud membeberkan data, hutan dan lahan yang terbakar pada 2019 seluas 1,59 juta hektare di seluruh Indonesia. Angka ini masih lebih kecil dari luas lahan dan hutan yang terbakar pada 2015 lalu yakni 2,61 juta hektare.
Tak hanya itu, Mahfud juga memaparkan bahwa kejadian transboundary haze atau pencemaran asap lintas-batas negara pada 2019 lalu masih lebih baik ketimbang yang terjadi di negara-negara lain seperti Rusia, Brazil, Kanada, bahkan Bolivia. Sepanjang 2019, pemerintah mencatat kejadian pencemaran asap lintas batas negara selama 10 hari.
Bahkan pada 2015 lalu, ujar Mahfud, Singapura sempat membuat aturan perundang-undangan tentang pencemaran asap lintas batas yang berasal dari Indonesia. Melalui beleid tersebut, Singapura mengklaim memiliki wewenang untuk melakukan tindakan hukum terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan di negara lain, yang asapnya mengganggu warganya.
"Meski secara hukum itu tak dapat dilakukan Singapura, namun itu bukti bahwa tahun 2015 masalah asap ini menganggu. Alhamdulillah saat ini jauh menurun," jelas Mahfud di Istana Negara, Rabu (6/2).
Dalam rakornas pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Istana Negara, Mahfud menekankan pentingnya seluruh pemangku kepentingan untuk melakukan pencegahan dan deteksi dini terhadap adanya titik api. Mahfud pun mendorong pemda, kepolisian, dan TNI untuk bersama-sama meningkatkan sistem monitoring di daerah.
Mahfud juga menggandeng Badan Restorasi Gambut (BRG) untuk terus melanjutkan upaya pengelolaan dan pemulihan lahan gambut.
"(Seluruh upaya) berikan hasil penurunan yang luas. Memang pada 2019 tampak berbeda dari tahun sebelumnya, disebabkan kondisi iklim, kurangnya hari hujan dan intensitas hujan, serta pola kemarau," jelas Mahfud.
Bila luasan hutan dan lahan yang terdampak kebakaran mengalami penurunan pada 2019, ketimnbang 2015, tetapi kondisi udara justru lebih buruk. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengungkap Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) Karhutla di Provinsi Jambi sangat buruk. Bahkan catatan ISPU Jambi tahun 2019 lebih buruk dibandingkan 2015.
Data BMKG hingga 23 September 2019 menunjukkan tahun 2015 ISPU (Partikulat PM10) terburuk Jambi adalah 173 atau tidak sehat. Sedangkan di tahun 2019 ISPU (Partikulat PM10) terburuk Jambi mencapai 411 atau berbahaya.