REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (P-KS) berpotensi belum akan terbentuk dalam waktu dekat. Sebab, RUU tersebut tak diloloskan sebagai RUU carry over atau untuk dilanjutkan prosesnya dari periode sebelumnya. RUU P-KS ini harus dibahas sejak awal.
"Konsekuensinya harus dibahas dari awal gitu. Kalau baleg merekomendasikan kepada komisi 8 bahwa RUU PKS ini carry over tentu kita akan lanjutkan pembahasan dari sebagaimana periode sebelumnya," kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzilly saat ditemui di Senayan, Jakarta, Rabu (5/2).
Namun, kata Ace, dalam paripurna DPR, RUU P-KS tak termasuk dalam RUU yang di-carry over atau dilanjutkan dari periode 2014-2019. Di samping itu, kata Ace, RUU P-KS nantinya tetap perlu disinkronisasi dengan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang juga tak kunjung usai.
"Yang kita tahu di RUU KUHP ada jenis jenis kekerasan seksual yang juga diatur dalam RUU PKS. Soal perkosaan soal pencabulan soal kekerasan kontrasepsi soal pemaksaan perkawinan dan lain-lain. Jadi memang sejatinya UU tentang PKS disinkronkan dengan UU tentang pidana sebagau UU itu," ujar Ace.
Dengan pembahasan ulang itu, Ace tak bisa menjamin RUU P-KS nantinya akan sama dengan draf RUU yang sudah ada pada periode sebelumnya. Ia juga enggan berspekulasi soal kapan RUU tersebut bakal rampung.
Namun sejauh ini, kata Ace, telah muncul usulan adanya pembahasan lintas Komisi untuk membahas perumusan RUU P-KS Ini. Nantinya, Komisi VIII akan bekerja sama dengan Komisi III DPR RI yang bekerja di bidang hukum.
"Karena aspek pemidanaan dari UU itu kan sebetulnya domain dari komisi 3. Sementara kita di komisi 8 lebih kepada aspek pencegahan, rehabilitasi korban, dan perlindungan terhadap korban," ujar politikus Golkar itu.