REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terus mempercepat pembentukan Desa Tangguh Bencana di daerah-daerah rawan. Kebijakan ini sebagai upaya pengurangan risiko bencana yang berbasis komunitas.
"Dengan adanya Desa Tangguh Bencana, minimal warga desa akan paham kebencanaan dan mampu mengenali karakter wilayah, potensi kebencanaan, serta cara penanganannya," kata Kepala Badan Penanggulangan Bencaba Daerah (BPBD) Jawa Tengah Sudaryanto di Semarang, Rabu.
Ia menyebutkan hingga akhir 2019, sudah tercatat total sebanyak 387 Desa Tangguh Bencana di Jateng. Menurut dia, jumlah Desa Tangguh Bencana itu belum ideal jika dibandingkan dengan jumlah total desa di Jateng yang mencapai 7.809 desa.
"Rencananya pada 2020 akan dibentuk 29 Desa Tangguh Bencana baru sehingga akumulasi total hingga akhir tahun ini sebanyal 416 Desa Tangguh Bencana," ujarnya.
Sebagai provinsi yang dikenal sebagai supermarket bencana, pembentukan Desa Tangguh Bencana di Jateng dinilai penting karena pada 2019 jumlah kebencanaan mencapai 2.627 kejadian, dengan total rumah rusak berat 896 unit, rusak sedang 1.685 unit dan 8.636 unit rusak ringan.
Adapun, jumlah korban jiwa mencapai 39 orang, dengan korban luka sebanyak 199 orang, sedangkan dari sisi materiil kerugian yang diakibatkan bencana mencapai Rp86.030.205.000.
Sudaryanto mengatakan bahwa dalam pembentukan Desa Tangguh Bencana tidak harus selalu ada campur tangan pemerintah kabupaten/kota, provinsi maupun pusat.
"Pemerintah desa, dalam hal ini kepala desa bisa mengalokasikan alokasi dana desa (ADD) yang berfungsi sebagai biaya operasional Desa Tangguh Bencana," katanya.