Senin 03 Feb 2020 20:16 WIB

Pemerintah: Izin Penyadapan KPK untuk Kepastian Hukum

Pemerintah mengatakan, penyadapan merupakan perbuatan yang secara umum dilarang.

Ilustrasi UU KPK. Pemerintah menyebut izin penyadapan yang diatur dalam UU  KPK bertujuan memberikan kepastian hukum.
Foto: MGROL101
Ilustrasi UU KPK. Pemerintah menyebut izin penyadapan yang diatur dalam UU KPK bertujuan memberikan kepastian hukum.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menyebut izin penyadapan yang diatur dalam Pasal 12B, 12C dan 12D UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK bertujuan untuk memberikan kepastian hukum. Staf Ahli Menteri Kementerian Hukum dan HAM Agus Hariadi yang mewakili pemerintah mengatakan, penyadapan merupakan perbuatan yang secara umum dilarang atau ilegal.

Agar penyadapan menjadi legal dengan tujuan penegakan hukum, Agus Hariadi mengatakan diperlukan izin. Kewenangan penyadapan dan merekam pembicaraan sesuai ketentuan Pasal 12 sebelum revisi tanpa adanya izin, ujar dia, merupakan perbuatan yang tidak sesuai dengan kaidah hukum.

Baca Juga

"Dalam revisi pasal tersebut bertujuan untuk menyempurnakan substansi tentang kewenangan penyadapan untuk diatur sesuai kaidah hukum, yakni dengan ketentuan pasal 12B, 12C dan 12D," ucap dia dalam sidang dengan agenda mendengar keterangan pemerintah dan DPR di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (3/2).

Pasal 12B mengatur penyadapan dan penggeledahan harus dilakukan atas seizin dewan pengawas setelah pimpinan KPK mengajukan permintaan secara tertulis. Selanjutnya, dewan pengawas dapat memberikan izin tertulis paling lama 24 jam setelah permintaan diajukan.

Dalam kesempatan itu, pemerintah pun menjelaskan dihapusnya Pasal 19 ayat (2) tentang pembentukan perwakilan di daerah tidak untuk melemahkan pemberantasan korupsi, melainkan untuk memaksimalkan fungsi organ pemerintah yang berkaitan.

"Penghapusan norma Pasal 19 ayat (2) juga merupakan kewenangan open legal policy. Pembentuk undang-undang dengan memperhatikan kebutuhan hukum dan sebagai upaya negara untuk mendorong pemberantasan korupsi agar lebih efektif sehingga dapat berdaya guna," tutur Agus Hariadi.

Sementara sidang tersebut sekaligus untuk enam perkara yang sama-sama menggugat revisi UU KPK, yakni perkara nomor 62/PUU-XVII/2019, 70/PUU-XVII/2019, 71/PUU-XVII/2019, 73/PUU-XVII/2019, 77/PUU-XVII/2019 dan 79/PUU-XVII/2019.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement