Jumat 31 Jan 2020 23:03 WIB

'Hindari Gap Generasi di Perusahaan'

Melalui teknologi, generasi milenial atau baby boomers akhirnya bisa merasakan manfaa

Aktivitas pekerja di salah satu perkantoran, Jakarta, Selasa (18/3).
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Aktivitas pekerja di salah satu perkantoran, Jakarta, Selasa (18/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Generasi milenial saat ini menjadi salah satu generasi terbesar di tempat pekerjaan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) di 2016, jumlah tenaga kerja milenial mengambil tempat sebanyak 40 persen dari total tenaga kerja Indonesia atau sebanyak 62,5 juta pekerja. 

Generasi X mengakuisisi jumlah terbanyak yakni 69 juta pekerja, dan terakhir adalah Baby Boomers yang menempati posisi terakhir dengan total populasi sebanyak 28,7 juta pekerja. 

"Gap generasi ini menjadi tantangan besar bagi perusahaan mengatur strategi pengelolaan SDM-nya, karena menghadirkan perbedaan cara kerja, cara pandang, hingga cara komunikasi. Harus ada langkah strategis yang dijalankan perusahaan untuk mengatasinya sehingga tidak berdampak pada operasional bisnis" ujar VP Marketing Mekari, Standie Nagadi, dalam siaran persnya, Jumat (31/1).

Menurut Standie, yang pertama harus dilakukan perusahaan adalah menghindari stereotip antargenerasi. Cara kerja dahulu dan sekarang tentunya sudah mengalami banyak perubahan, maka standar pekerjaan yang dulu diterapkan bisa jadi sudah tidak relevan di masa kini. Hindari pandangan bahwa generasi yang lebih tua selalu lebih tahu dan benar atau generasi muda pasti tidak memahami masalah dibandingkan dengan rekannya yang lebih tua. 

"Penting bagi perusahaan untuk menjembatani gap umur ini, bahwa mengasosiasikan bertambahnya umur dengan bertambahnya pengetahuan tidak serta-merta benar," katanya.

Berikutnya, mencoba melihat perspektif setiap generasi. Setiap generasi menyikapi sesuai dengan cara yang berbeda, dalam hal ini menjaga komunikasi adalah hal yang krusial. Gaya bahasa yang berbeda dapat menimbulkan banyak kesalahpahaman yang berujung pada penurunan kualitas kerja tim.

"Beberapa ahli berpendapat bahwa memberikan stimulus-stimulus untuk membangun kerja tim seperti pelatihan, team building, social dan technical event, serta kegiatan CSR dapat menjadi alternatif jalan keluar untuk menengahi gap generasi," ujarnya.

Ketiga, menciptakan ekosistem kerja untuk mengembangkan potensi individu. Membuat rencana pengembangan individu untuk masing-masing karyawan dengan tidak membeda-bedakan generasi penting dilakukan oleh perusahaan.

"Ciptakan budaya diskusi dan evaluasi, saling mendengar serta memberikan umpan balik yang konstan dan konstruktif. Selain itu juga, dorong karyawan untuk selalu berpikir dalam kerangka yang lebih besar dan kreatif," lanjutnya.

Keempat, mengadopsi teknologi untuk memenuhi ekspektasi antargenerasi. Setiap generasi memiliki ekspektasi yang berbeda terhadap perusahaan. Penggunaan teknologi bisa menjadi salah satu jembatan paling efektif untuk memberikan ruang kolaborasi, ekspresi untuk bertanggung jawab dan berkomitmen, serta delivery manfaat karyawan dengan lancar, salah satu contohnya dengan automasi sistem operasional HR melalui software HRIS seperti Talenta. Fitur yang dimiliki seperti Live Attendance memenuhi ekspektasi generasi milenial yang ingin diberi tanggung jawab dan kebebasan yang sepadan dengan mengatur jam kerja sendiri, sementara fitur Benefit yang mudah diakses bisa memenuhi ekspektasi baby boomers yang menginginkan komitmen dan manfaat yang ditawarkan oleh perusahaan.

"Melalui teknologi, generasi milenial atau baby boomers akhirnya bisa merasakan manfaat yang sama dan arus informasi ketenagakerjaan pun bisa lebih sistematis dan rapi," katanya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement