Kamis 30 Jan 2020 21:19 WIB

Kemampuan Tanggap Bencana Harus Dimulai dari Keluarga

Kemampuan tanggap bencana dapat ditanamkan dan ditumbuhkan sejak dini.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Gita Amanda
Kemampuan tanggap bencana dapat ditanamkan dan ditumbuhkan sejak dini.  Bencana (ilustrasi).
Foto: Dok Republika.co.id
Kemampuan tanggap bencana dapat ditanamkan dan ditumbuhkan sejak dini. Bencana (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Kemampuan tanggal bencana masih kurang diperhatikan oleh masyarakat. Kebanyakan bergantung kepada pemerintah atau kelompok atau komunitas yang fokus di kebencanaan. 

Hal tersebut diungkapkan Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Lilik Kurniawan, dalam Pertemuan Ilmiah Muhammadiyah Kebencanaan yang digelar oleh Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Bantul, Kamis (30/01). 

Baca Juga

Menurutnya, kemampuan tanggap bencana harus dimulai dari keluarga atau yang dikenal dengan Keluarga Tanggap Bencana (Katana). Sehingga, kemampuan tersebut dapat ditanamkan dan ditumbuhkan sejak dini. 

“Katana merupakan sebuah wujud ketika keluarga memutuskan untuk menempati wilayah yang rawan bencana, keluarga tersebut harus paham dan mengerti tentang medan atau kondisi yang ia tempati. Dari situ mereka sadar akan potensi apa saja yang bisa terjadi," katanya. 

Sekretaris PP Aisyiyah, Tri Nur Hastuti menekankan terkait problematika perempuan dan bencana. Menurutnya, perempuan 14 kali lebih rentan terhadap bencana dari sisi kerugian, dampak psikologis dan traumatik.

"Hal ini diakibatkan ketika adanya bencana, rata-rata perempuan tidak langsung menyelamatkan dirinya. Tetapi menyelamatkan anaknya terlebih dahulu kemudian memastikan keadaan baik-baik saja," kata Tri. 

Selain itu, pengetahuan yang terbatas dalam penyelamatan diri dan absennya perempuan dalam training mitigasi bencana, juga menjadi faktor. Untuk itu, katanya, perempuan harus dilibatkan dalam pelatihan tanggap bencana. 

"Jika perempuan mempunyai anak yang tidak bisa ditinggal saat menjalani training, bisa saja kita berikan fasilitas taman bermain atau area bermain anak. Selagi kita mengikuti training, anak-anak kita bisa bermain dan masih dalam pengawasan kita,” ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement