REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidikan dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya akan menetapkan tersangka baru. Direktur Penyidikan Direktorat Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejakgung) Febri Adriansyah mengungkapkan, bakal ada tersangka baru dalam proses penyidikan saat ini.
"Pekan depan akan kita umumkan ada tersangka baru dalam kasus ini," kata Febri saat dijumpai wartawan di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejakgung, Jakarta, Rabu (29/1).
Meski belum mau mengungkap sosok tersangka baru itu, Febri meyakini orang yang disangka itu tak jauh dari 13 nama yang dicekal. "Nantilah. Tunggu ini masih terus berproses," ujar Febri.
Ia menambahkan, bakal tersangka Jiwasraya ini banyak nama. Karena kata dia, tingkat dugaan korupsi yang masif dalam kasus Jiwasraya. Saat ini, kata Febri, tim penyidikannya, pun sedang fokus pada pengungkapan nilai transaksi.
"Penyidik saat ini sedang menggali berapa sebenarnya nilai transaksi saham (Jiwasraya) pada setiap sekuritas," terang Febri. Nilai transaksi ini, sebetulnya masih dalam audit investigasi di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dijanjikan rampung pada Maret 2019.
Namun, dalam audit pendahuluan pekan lalu, BPK memang menyebutkan pengalihan dana hasil penjualan asuransi Saving Plan Jiwasraya ke dalam saham dan reksa dana yang buruk. Pengalihan dana tersebut yang menjadi salah satu sebab, Jiwasraya mengalami gagal bayar senilai Rp 13,7 triliun.
Menyangkut pengalihan dana penjualan ke dalam bentuk saham dan reksa dana itu, Kejakgung pernah mengatakan, keterlibatan sedikitnya 18 perusahaan manajemen investasi. Dua dari pemilik perusahaan tersebut, sudah ditetapkan menjadi tersangka. Yakni, Benny Tjokrosaputro selaku komisaris utama PT Hanson International Tbk, dan Heru Hidayat selaku Komisaris PT Trada Alam Mineral Tbk.
Tersangka Benny dan Heru, sudah dalam penahanan Kejakgung. Keduanya ditetapkan tersangka bersamaan dengan peningkatan status hukum serupa terhadap tiga mantan petinggi Jiwasraya. Yakni Hendrisman Rahim, Harry Prasetyo, dan Syahmirwan yang juga sudah dalam penahanan.
Terhadap lima tersangka sementara itu, pun Kejakgung menyita sebagian harta yang diduga bersumber dari kejahatan di Jiwasraya. Jaksa Agung Sanitiar Burhanudin pernah mengatakan, sudah menyita sebanyak 1.400 sertifikat tanah dari penyidikan terhadap lima tersangka. Paling banyak tanah milik Benny yang saat ini teridentifikasi berjumlah 156 bidang.
Kejakgung menduga, sejumlah uang hasil dari kejahatan Jiwasraya, dialihkan ke dalam aset tak bergerak seperti tanah, rumah, dan apartemen. Benny dan Heru tercatat sebagai pemilik sejumlah perusahaan apartemen di Jakarta. Direktur Febri, pun meyakini pengalihan uang dari hasil kejahatan Jiwasraya oleh para tersangka itu, ada di daerah, dan luar negeri.
"Tim pelacakan aset ini terus bekerja menelusuri aset dan penyitaan," sambung Febri.
Selain melakukan sita, tim penyidikan Jiwasraya juga melakukan blokir terhadap 800 rekening saham, dan pribadi milik tersangka. Penyitaan aset, dan blokir rekening itu nantinya dimintakan Jaksa ke pengadilan sebagai rampasan negara sebagai sumber ganti rugi negara, dan dana nasabah.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiyono menambahkan, penyidikan dan proses hukum Jiwasraya terus dimajukan. Sejak Kejakgung mengambil alih penanganan pada Desember 2019, sampai hari ini pemeriksaan saksi-saksi terus dilakukan. Sudah lebih dari 120 orang diperiksa bergilir.
"Hari ini ada tiga orang yang diperiksa sebagai saksi," kata Hari, di Jakarta, Rabu (29/1).
Tiga orang tersebut, yakni Donny Boestami dari PT Stategic Management Service, Daniel Halim dari Investasi Wanartha Life, dan Ratnawati Wihardjo yang belum diketahui mewakili siapa. Hari memastikan, pemeriksaan terhadap ketiganya untuk meminta keterangan terkait transaksi saham dari pengalihan dana penjualan produk asuransi Jiwasraya ke dalam bentuk saham dan reksadana. Selain mengalami gagal bayar Rp 13,7 triliun, per November 2019, menurut audit pendahuluan BPK, Jiwasraya juga mengalami defisit keuangan mencapai Rp 27,2 triliun.
Liku-Liku Jiwasraya